“Buk, kenapa sih nggak senyum, kita menang lho, sekarang nggak perlu lagi mikirin Aliza itu, ibu juga nggak perlu susah susah buat jelasin masalah uang bagian Aliza pada Bang Agam.”
“Diam Nasya, kau bodoh ya? Kenapa pikiranmu pendek sekali, selama ini Aliza yang melakukan semua pekerjaan rumah, sekarang dia sudah pergi, itu artinya?”
Nasya terdiam sejenak.
“Kita yang harus kerjain semua?” tanya Nasya dengan wajah masam.
Aku terkejut bukan main. Jadi yang selama ini Aliza ceritakan benar? Aku mematung, aku sudah salah padanya.
Langkah ini mengayun dengan cepat, menuju ke arah kamar, kucari ponsel dan berusaha menghubungi Aliza kembali, namun nomornya sudah tak aktif, semua sosial medianya sudah di dihapus.
Aku berusaha untuk tetap tenang, wanita itu pasti kembali ke kampung, dia tak mungkin pergi ke tempat lain.
Kuraih kunci mobil dan berlari secepat yang kubiasa, bahkan tak kuhiraukan wajahku yang belum terkena sentuhan air. Beberapa kancing kemeja terbuka, aku tak peduli.
“Bang mau ke mana?” Nasya bertanya ketika menyadari aku sedang panik dan begitu terburu-buru.
“Kenapa Agam?”
Kutatap ibu dan Nasya bergantian. Aku kecewa, ingin marah namun tenagaku sudah habis rasanya.
Masuk ke dalam mobil dan menghidupkan mesin lalu menekan pedal gas meninggalkan perkarangan rumah.
Dosaku sudah terlalu banyak pada Aliza. Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya bibir ini berdoa, berharap Aliza bisa memaafkanku. Aku ingin bersujud dan mencium kakinya.
Suami macam apa aku ini? Terlalu percaya pada orang tauku, bahkan aku ragu pada istriku.
Perjalanan menuju kempung memakan waktu kurang lebih 3 jam, aku tak peduli, selama apapun aku kutempuh jika itu bisa kudapatkan maaf Aliza kembali.
Jalanan begitu ramai, banyak mobil dan motor berlalu lalang hingga menciptakan kemacetan yang panjang.
Aku memaki dalam mobil. Mau tak mau yang harus kulakukan saat ini hanya bersabar.
**
Jam sebelas siang aku sampai di sini, di depan sebuah rumah tua yang dicat berwarna biru, rumah kecil yang hanya terdapat satu kamar serta atap yang sudah bocor dan di perbaiki sendiri. Rumah itu sepi, berbeda sekali saat dulu aku tinggal di sini. Dulu jam segini ibu dan bapak sudah berkumpul dan sibuk memasak.
Rumah di mana istriku dibesarkan, wanita kuat yang selama ini berjuang sendiri, bahkan di saat aku sebagai suaminya tak pernah berpihak padanya.
Rumah itu sempat di sita oleh jurangan di kampung ini dikarenakan, bapak yang sempat berhutang pada pria kaya itu, namun aku menebus dan membayar semua hutang hutang bapak mertuaku yang berjumlah 1 juta, memang tidak ada yang meminta, namun aku tak ingin istriku sedih dan ternyata karena itulah ibu dan adikku menidas istriku, bahkan menjadikan uang 1 juta itu sebagai senjata.
Aku turun dari mobil dan medekati rumah yang nampaknya sudah sepi.
Kuketuk beberapa kali pintu yang terbuat dari triplek kering yang sudah dibasahi oleh air hujan dan dibakar oleh matahari.
Beberapa kali mengetuk namun tak ada sahutan dari dalam.
“Eh Agam?” Salah seorang tetangga menyapa, aku tersenyum. Namaku sudah sangat terkenal di kampung ini, aku diberi julukan menantu idaman serta suami yang baik. Padahal kenyataannya malah sebaliknya.
“Ibu dan bapak ke mana ya, Buk Sari tau nggak?” tanyaku.
Wanita paruh baya yang usianya kuyakini 50 tahu ke atas itu mengernyitkan kening.
“Lhoh lhoh, semalam ada sih dengar suara gaduh gaduh, Aliza pulang ke rumah di antara laki-laki, saya pikir itu teman Kamu Agam, terus mereka kemasin barang-barang dan pergi, sempat pamitan juga sama saya. Saya pikir Ibu dan bapak Aliza mau di bawa ke kota, tinggal sama kalian.”
Kelanjutannya silahkan ke KBM App
Judul : ISTRIKU PERGI SETELAH KUSAKITI
Penulis : Annisaryn
Jangan lupa komen😍
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "ISTRIKU PERGI SETELAH KUSAKITI"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker