"C aci m aki tetangga aku dapatkan setelah pulang ke desa dalam keadaan ham il besar. Karena aku-"
***
# 10
Di dalam ruang pe rsalin an rumah bidan Erni yang tidak terlalu luas. Terdengar jer it k esak itan Menur.
Menur merasa perutnya seperti diput ar-put ar. Sepertinya sang jabang bay i sedang mencari jalan lah ir.
"Aduh Bu. Sak it sekali. Menur sudah tidak tahan."
Rasa sak it yang kian menj alar dari per ut hingga ke punggungnya. Membuat Menur ingin meny erah. Desakan demi desakan terus perempuan itu rasakan dari dalam perutnya.
Menur tidak bisa melakukan apa pun kecuali menang is. Dengan mengg enggam erat tangan Ibunya. Keringat dingin sudah membasahi rambut, wajah, dan juga bagian tub uhnya yang lain.
"Sabar Menur, kau pasti bisa melawan rasa sak it mu. Ayo Nduk bertahanlah. Lah irkan bay imu dengan selamat."
Darsiah hanya bisa menyemangati putrinya. Seandainya bisa, dia juga ingin ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Menur sekarang, agar bisa mengurangi kesak itan yang putri nya rasakan.
Hana yang juga ikut masuk ke dalam ruang p ersalin an merasa tidak tega melihat keadaan Menur yang seperti itu. Perempuan itu terlihat sangat kesak itan hingga wajahnya semakin mem ucat.
Hana yang tidak tahu harus melakukan apa. Hanya bisa mondar mandir tidak jelas di dalam ruang persalinan. Dengan sesekali berbicara kepada bidan Erni. Menyuruh bidan Erni untuk segera melakukan tindakan. Supaya bisa mengurangi kes akit an yang dirasakan oleh Menur.
"Bu Bidan, kenapa bay inya tidak langsung dikeluarkan saja? Kasihan Nona Menur kalau seperti ini terus. Lihatlah dia sangat kes akit an."
Bidan Erni hanya tersenyum menanggapi kegelisahan Hana. Wanita itu maklum, karena Hana hanyalah masyarakat umum yang tidak tahu menahu prosedur seseorang yang sedang berjuang untuk melah irkan.
"Iya nanti bay inya pasti akan dikeluarkan. Setelah pembukaannya sempurna," jawab bidan Erni dengan lembut.
"Pembukaan sempurna? Apa yang harus kita lakukan untuk mempercepat itu semua?"
"Saya sudah melakukannya. Saya sudah memberikan indu ksi pend orong agar pembukaan lekas sempurna. Jadi jangan khawatir. Sebab proses Mbak Menur tergolong cepat. Bahkan banyak yang lebih lama dari ini."
Meskipun sudah mendapatkan jawaban dari bidan Erni. Tetap saja tidak membuat Hana merasa lega. Hingga-
"Bu bidan air ketubannya sudah pec ah."
Suara Darsiah berhasil menarik perhatian Hana dan juga bidan Erni. Bidan Erni segera mendekat. Berusaha untuk memeriksa kondisi dan pembukaan Menur. Apakah sudah siap melah irkan atau belum.
"Mbak Hana silakan keluar dulu ya. Mbak Menur sudah waktunya mengeluarkan bay inya. Pembukaannya sudah sempurna."
Bidan Erni sengaja men gusir Hana dari dalam ruang pe rsalin an, agar tidak banyak orang yang berada di dalam ruangan yang tidak terlalu besar itu. Meskipun begitu Hana masih mengi ntip dari celah pintu. Merasa penasaran apa yang akan terjadi kepada Menur selanjutnya. Sebab Hana sendiri masih belum pernah ham il dan mel ahirk an.
"Mbak Menur siap ya? Ayo ikuti aba-aba dari saya," ucap bidan Erni memberikan pengarahan.
"Tarik napas yang dalam. Kemudian keluarkan dengan perlahan. Iya bagus seperti itu. Ayo mulai dorong bay inya. Kerahkan semua tenaga yang Mbak Menur punya. Jangan sampai tertidur ya?"
Meskipun sudah pembukaan sempurna. Kepala bay i juga sudah terlihat. Namun bay i Menur seolah enggan untuk keluar. Membuat bidan Erni merasa kesulitan.
"Apa ada yang ditunggu ya? Ayahnya bay i barang kali?"
Tentu saja pertanyaan itu membuat Darsiah merasa terkejut. Dan tidak bisa menjawabnya. Sebab Darsiah sendiri tidak pernah tahu siapa Ayah dari bay i yang sekarang akan dilah irkan oleh putrinya. Kalau memang benar jabang bay i Menur menunggu Ayahnya. Mereka harus mencari ke mana laki-laki itu.
Hana yang masih mengi ntip. Tentu bisa mendengarkan apa yang dikatakan oleh bidan Erni kepada Darsiah. Hingga perhatian wanita itu teralihkan, saat mendengar suara keributan dari luar rumah bidan Erni. Merasa penasaran, Hana pun segera keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi.
***
"Eh siapa yang datang?"
"Siapa dia?"
"Apa tamunya bidan Erni? Mobilnya bagus sekali?"
Sebuah sepatu mengkilap keluar dari mobil, membuat warga semakin melotot dan penasaran dengan sosok yang ada di dalam mobil mew ah tersebut.
"Wah, sepatunya mengkilap sekali. Kira-kira siapa ya dia."
Sosok yang baru datang itu membuat semua orang menjadi penasaran. Terlebih Santi, dan keempat istri juragan Tirta. Sebab mereka semua sangat menyukai uwng dan keme wah an. Apalagi saat melihat seorang pria tampan nan gagah yang keluar dari mobil. Membuat mereka semua ingin men eteskan ai r l iurnya.
"Oh ya Tuhan, tampan sekali dia."
Para wanita sontak melupakan suami-suami mereka, saat pria bak dewa Yunani itu muncul di hadapan mereka.
"Oh Tuhan, nikm at mana yang kau dustakan? Siapa perempuan beruntung yang memiliki pangeran tampan itu? Dia begitu sempurna. Bahkan Mas Rohim yang selama ini aku anggap tampan tidak ada apa-apanya dibandingkan dia," ucap Santi tanpa disengaja.
Pria itu adalah Sabda Alam Perkasa yang baru saja datang dari luar negeri. Pria itu baru saja mendarat. Dari bandara Sabda langsung datang ke desa Sumber War as. Feeling-nya mengatakan jika dia harus datang tepat waktu.
Sabda berdiri dan memasang kembali kancing jasnya, sembari mengedarkan pandang ke sekitarnya. Banyak sekali orang yang mengerumuni rumah bidan Erni membuat pria itu menge rutkan keningnya.
"Permisi, saya ingin bertemu dengan istri saya yang akan segera mel ahirkan," ucap Sabda agar warga membuka blok iran jalan.
Tentu saja mereka terkejut mendengar ucapan Sabda. Sebab yang sedang ingin mel ahirkan di dalam hanya Menur. Sehingga mereka semua saling pandang satu sama lain dengan wajah kebing ungan. Sepertinya orang-orang itu masih meny angkal jika istri yang dimaksud pria tampan itu adalah Menur.
Tidak mungkin!
"Tuan Sabda!"
Panggilan Hana bukan hanya membuat Sabda menoleh. Tetapi juga seluruh warga di sana.
"Tuan cepatlah masuk. Nona Menur sudah menunggu Anda," sambung Hana yang membuat orang-orang di sana semakin melo-ngo. Mereka tidak salah mendengar kan tadi.
Sementara Sabda segera membela kerumunan warga. Karena dia ingin segera melihat Menur yang sudah akan mel ahirkan bay inya.
"Maaf permisi, tolong beri jalan!"
Dari sekian banyak orang yang berada di depan rumah bidan Erni. Ada satu orang yang paling sho ck di sana. Dialah Pak Rahmad, Bapak sambung Menur. Tentu Pak Rahmad juga mendengar apa yang dikatakan oleh Hana dan juga pria asing yang baru datang tadi.
"Oh ya Tuhan, apa benar itu Ayah dari bay i yang akan dil ahirkan Menur?" gumam Pak Rahmad tanpa bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Pak Rahmad semakin m elong o saat melihat Sabda melewatinya. Pria itu terlihat sangat sempurna di matanya.
Sabda semakin melebarkan langkah, saat jer it keskitan Menur semakin terdengar jelas di telinga. Tanpa memperdulikan apa pun Sabda segera mend orong pintu yang ada di hadapannya hingga terbuka.
"Menur."
Baru saja Sabda muncul dari balik pintu, bay i Menur langsung keluar dengan begitu saja. Ternyata benar, bay i itu sedang menunggu Ayahnya.
Oekk oekk.
***
Judul : Pew aris Di R ahim Pemba ntu
Penulis : Richan25
Lnjvt kbm👇👇
https://read.kbm.id/book/detail/cbe4cc97-bd3a-40a0-a33a-058cde9506cc?af=d89f0aef-0572-d735-18f2-6bc64917df47
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "Pew aris Di R ahim Pemba ntu"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker