“Ada apa? Kali ini sepertinya kamu sengaja ingin bertemu denganku,” kata Petrik setelah tiba dan duduk di kursi panjang yang ada di bawah pohon depan rumah bapak Iris. Tempat biasa keduanya ngobrol santai.
Seperti biasa, jika sudah di rumah bapaknya, Iris selalu memberitahu teman prianya yang gemulai itu.
“Iya, sebenarnya … aku ingin curhat sama kamu.” Sebenarnya ragu, tapi … Iris tak mampu untuk menyimpannya sendirian. Ke bapaknya sejak dulu ia tak terlalu terbuka, jika ada masalah, selalu ia simpan, paling hanya diceritakan pada teman pria namun serasa perempuan itu.
Bukan apa, hanya saja Iris tak ingin membuat satu-satunya orang tua yang ia punya saat ini kepikiran. Sudah cukup semenjak kepergian ibunya menanggung beban, kini giliran dirinya untuk mengabdi.
“Ada apa? Kamu ada masalah?”
Lagi, Iris meragu. Ia memang sengaja mampir ke rumah bapaknya untuk bertemu teman curhatnya itu. “Iya, aku ada masalah. Kamu tahu sendiri, ‘kan, sejak dulu aku menyukai Ozi, sejak pandangan pertama.”
“Ya tahu bangetlah, gak perlu juga kamu ingetin, aku sudah pasti inget, lebih inget dari orang yang ngutang,” kata Patrick dengan gerakan gemulainya.
“Justru itu aku tak ingin bercerai.”
“What!” Saking kagetnya, Patrick langsung berdiri. “Baru nikah kamu sudah mau jadi janda, Ris?”
Suara Patrick serak namun cempreng, membuat Iris ikut berdiri untuk menutup mulutnya. “Jangan keras-keras, nanti kedengaran Bapak.”
Petrik segera menyingkirkan tangan Iris dari mulutnya. “Iya, tapi kenapa kamu tiba-tiba mau cerai. Benih yang ditanam suamimu aja yakin belum tumbuh. Masih basah juga rambut kalian karena efek bulan madu, mendadak mau cerai aja.” Sambil mengibaskan poninya yang gak panjang, pria gemulai itu kembali duduk.
“Emang kamu punya salah apa, sih, hingga mau dicerai?”
“Bukan aku yang salah, tapi dia,” kata Iris cepat.
“Hah! Dia? Salah apa suamimu? Hingga kamu mau cerai.”
Iris tak lekas menjawab, kembali meragu. Antara tidak dan ingin mengatakan rahasia suaminya yang katanya hanya dirinya yang tahu.
“Cis, hei!” Pria dengan jari lentik itu mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Iris yang sedang termangu. “Malah ngelamun.”
“Pet, aku ingin mengatakan sesuatu, tapi kamu janji, ya, jangan kasih tahu siapa-siapa, lebih-lebih Bapak.,
“Iya, janji. Emanga apaan, sih, baru juga nikah udah dapat masalah.”
“Sebenarnya aku gak ingin mengatakan, tapi aku terasa sesak dan bingung jika disimpan sendiri. Karenanya ingin cerita sama kamu, siapa tahu kamu ada solusi dan jalan keluar seperti biasanya.”
“Duh … belibet amat. Bisa, gak, sih, langsung katakan saja, ada apa.”
“Sampai saat ini Ozi belum sentuh aku sama sekali.” Iris langsung menggigit bibirnya ketika mengatakan hal yang bersifat privasinya.
“Hah! Apa! What! Kok bisa!” Seperti biasa, jika terkejut, pria gemulai itu lata, langsung berdiri.
“Gimana ceritanya, mungkin gak kamu tawari kali,” ucapnya sambil kembali duduk.
Iris menggeleng. “Bukan.”
“Lalu?”
“Dia … katanya gak tertarik sama aku.”
“BOHONG!” tanggap Patrick cepat. Sedangkan Iris hanya mengerutkan keningnya.
“Kamu jangan mudah percaya gitu aja, Ris. Gak mungkin, meski mungkin pun, sedikit pria yang tak akan tertarik sama kamu. Meski gak cantik-cantik amat, tapi kamu—”
“Tapi buktinya dia sampai saat ini belum pernah sentuh aku sama sekali meski kami tidur seranjang,” kata Iris menyela.
“Oh, itu artinya suamimu punya sebuah rahasia.”
“Memang iya, dia punya rahasia.” Iris antusia.
“Yes, i know. Dan aku juga tahu rahasianya adalah—”
“Jadi kamu sudah tahu rahasianya?” Ekspresi Iris semakin tambah serius.
Patrick mengangguk. “Iya, rahasianya, dia punya cewek yang dia sembunyikan.”
“Hah!” Iris langsung melotot, lantas menggeleng sambil menyandarkan punggungnya ke kursi.
“Bagaimana mungkin dia punya cewek, sedangkan rahasianya adalah tidak tertarik pada cewek,” gumamnya dalam hati.
“Betul, ‘kan?”
Sekali lagi Iris menggeleng. “Gak, kali ini kamu salah.”
“Ih … betula lah, dia punya cewek yang disembunyiin. Karenanya gak mau nyentuh kamu, karena takut mengkhianatinya,” kata Patrick dengan suara lembeknya dan menyilangkan kakinya sambil menyeruput minuman dengan wadah pink yang sering ia bawa ke mana-mana.
Sedangkan Iris hanya diam, tak ada niatan untuk memberitahu rahasia Ozi yang sebenarnya. Masih takut.
Sekitar jam delapan malam, Iris baru pulang ke rumah nenek dari suaminya. Agak malam sebab masih ada urusan, dan ia sudah mengirim pesan ke Ozi, hanya saja suaminya itu tak membalasnya, bahkan pesannya masih centang dua abu-abu tanda belum terbaca.
Saat tiba di depan pintu kamar, Iris mendengar suara aneh dari dalam. Meski samar, tapi ia tahu itu suara desahan.
Dadanya berdebar, ia pun tak sabar dan segera membuka pintu dengan kuat. Begitu terbuka, matanya langsung melotot melihat wanita yang ada di pangkuan Ozi.
BAB TERAKHIR DI FB
NGGAK BOLEH PROTES
Baca selengkapnya di KBM App
Judul: Maaf, Ayahmu Miskin
Author: Sakura Sen
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/57027761-a160-486e-8751-c002a4c957b1?af=10049d6b-7cf1-442a-b5e8-135f65ea210f
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "Maaf, Ayahmu Miskin"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker