TERKABULNYA DOA ISTRIKU Part 13

TERKABULNYA DOA ISTRIKU   Part 13


 TERKABULNYA DOA ISTRIKU 

Part 13

Aku mengusap wajah, takut semua ini hanya mimpi. Ternyata benar, Mama berdiri di depan kami. Mama yang tadinya berkata seumur hidupnya tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di kampung ini, rela datang karena video kami yang viral.

Bu Nani dan Dahlia masih melongo untuk beberapa lama, sampai Mama berjalan mendekat.

"Mama ...." Lita seketika menyambutnya, meraih tangan Mama dan menciumnya.

Tak kusangka Mama sama sekali tidak menolak hal itu, meskipun dia hanya menatap Lita dengan pandangan datar. Dan ketika pandangannya beralih ke arah Bu Nani dan Dahlia, tatapannya berubah tajam.

"Kenapa kalian berdua bengong saja? Kesambet setan?" tanyanya kemudian.

"Wah, Bu Zahra." Bu Nani seketika tersadar jika sejak tadi dia terpaku sampai mematung. "Tak kusangka Bu Zahra mau berkunjung ke rumah saya lagi."

"Tidak usah basa-basi, Bu Nani. Saya sebenarnya juga sudah tidak sudi menginjakkan kaki ke tempat kotor seperti ini," sahut Mama. "Saya terpaksa datang karena ada hal yang harus saya luruskan!"

"Terima kasih loh, Bu. Terniat sekali ibu datang ke sini, sampai menyewa mobil mahal." Bu Nani terlihat mencebik.

"Ternyata Anda ini tidak pernah berubah ya, Bu Nani?" Mama tersenyum miris. "Tetap suka merendahkan orang. Ada cermin di rumah tidak, Bu? Kalau tidak biar saya yang belikan."

Wajah Bu Nani seketika berubah merah padam mendengar ucapan Mama. Aku cepat-cepat mendekat ke arah Mama.

"Masuklah, Ma. Kalian ribut di luar sini, sebentar lagi pasti akan mengundang perhatian para tetangga," ucapku.

Mama menatap ke arahku, lalu menyahut, "Heran Mama sama kamu, Damar. Betah sekali tinggal di keluarga dengan mulut pedas seperti ini!"

"Sudahlah, Ma, masuklah dulu." Aku merangkul pundak Mama, memaksanya untuk masuk.

Akhirnya kami semua duduk di ruang tamu, meskipun suasananya benar-benar tegang.

"Aku akan buatkan minum untuk Mama, Mas," bisik Lita padaku.

Aku mengangguk, dan akhirnya Lita meninggalkan kami semua yang masih berada di ruang tamu.

"Langsung saja, saya tidak suka basa-basi." Mama seketika membuka pembicaraan. "Berani sekali kalian menyebarkan video yang tidak benar di media sosial. Apa orang-orang seperti kalian ini memang suka sekali keributan?"

"Hei, Bu Zahra! Memang putramu itu sudah mengambil uang saya! Itu fakta!" sahut Bu Nani.

"Bu Nani jangan sembarangan bicara! Apakah Anda bisa membuktikannya?"

"Siapa lagi yang serumah denganku yang sanggup mengambilnya? Dia cuma tukang ojek, dan bisa membeli mainan seharga jutaan! Menurut Bu Zahra apakah itu mungkin?" Bu Nani lagi-lagi bersungut-sungut.

"Itu uang hasil kerja keras Mas Damar sendiri, Buk!" Tiba-tiba Lita muncul dari belakang, di tangannya terbawa nampan berisi gelas minuman. Wajahnya terlihat tak terima jika aku terus-menerus dipojokkan.

"Mata kamu sudah tertutup cinta buta, Lita!" Bu Nani melotot pada putrinya. "Uang simpanan lima belas juta milik Ibuk hilang, tapi kamu tetap membela suamimu!"

"Mas Damar tidak mengambilnya, tapi berjanji akan memberikan gantinya untuk Ibuk! Tapi Ibuk dan Mbak Dahlia tega sekali menyebarkan video yang tidak benar itu!"

"Kalau memang suamimu ini mau mengganti, sekarang mana? Buktinya dia hanya mengobral janji saja!" sahut Bu Nani lagi.

"Kan Mas Damar sudah meminta diberi waktu, Buk! Hanya dua hari."

"Halah! Bilang saja tidak sanggup! Banyak sekali alasan!"

"Sudah cukup, Bu!" sahut Mama dengan suara lantang. Mama seketika merogoh tasnya, lalu mengeluarkan segepok uang dan melemparnya ke atas meja.

"Itu dua puluh juta! Lebih dari uang kalian yang hilang," ucapnya kemudian.

Mata Bu Nani dan Dahlia seketika mendelik menatap ke arah uang itu. Mereka berdua mengambil uang itu, memastikan jika itu adalah uang asli.

"Tapi ingat, setelah ini saya akan memanggil pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan," lanjut Mama kemudian.

Bu Nani dan Dahlia seketika kaget mendengar ucapan Mama.

"Sudah dikembalikan ya, sudah," ucap Bu Nani. Wajahnya kentara jelas terlihat panik. "Kenapa masih harus bawa-bawa polisi segala?"

"Oh, tidak bisa begitu dong, Bu. Kalian berdua sudah mencemarkan nama baik putra saya, dan videonya sudah terlanjur viral. Jadi bagaimanapun, kalian harus bertanggung jawab," jawab Mama.

Bu Nani lalu menatap ke arah Dahlia. "Dahlia. Hapus videonya," titahnya.

"Bu Nani pikir, hanya dengan menghapus video, masalah akan selesai begitu saja?" Mama melipat kedua tangan di dada, lalu menyandarkan punggung. Tatapannya masih mengarah tajam pada mereka berdua.

"Lalu Bu Zahra maunya bagaimana?" tanya Bu Nani kemudian dengan wajah masam.

"Tentu saja saya minta kalian berdua membuat video klarifikasi, untuk membersihkan nama anak saya," jawab Mama lagi.

"Nggak, Buk. Aku gak mau!" Dahlia seketika menyahut sambil menggoncang lengan Ibunya. "Aku bisa malu, Buk!"

"Makanya sebelum melakukan sesuatu, gunakan otak kalian lebih dulu. Sekarang kalian hanya punya dua pilihan. Membuat video klarifikasi, atau saya buat laporan polisi!"

"Bu Zahra mau lapor polisi, bukannya akan merugikan Damar sendiri?" Bu Nani mencoba membantah Mama. "Jika terbukti Damar yang mencuri uang saya, dia akan masuk penjara."

"Iya, jika terbukti. Jika tidak? Maka itu akan menambah beratnya hukuman kalian berdua!"

Wajah Bu Nani dan Dahlia seketika memucat. Mungkin sebenarnya mereka berdua juga tidak yakin jika aku yang mengambil uang itu.

"Sudahlah, Lia. Kita buat saja video klarifikasinya. Lagipula uang Ibuk sudah balik," ucap Bu Nani kemudian pada Dahlia.

"Pokoknya aku gak mau, Buk!" Dahlia tetap menolak.

"Wah, bebal sekali rupanya." Mama bergumam. "Beruntung putra saya tidak jadi menikahi wanita sepertimu."

Wajah Dahlia terlihat memerah mendengar ucapan Mama.

"Memang Bu Zahra ini siapa berani menghina dan mengancam saya? Suami saya punya banyak kenalan orang hukum! Saya tidak takut pada ancaman Ibu!" ucapnya menantang.

"Oh, ya?" Mama tersenyum mendengar ucapan Dahlia. "Bagus kalau begitu. Sekalian panggil saja dia ke sini."

"Bu Zahra tunggu saja, ya? Jangan sampai menyesal setelah ini!" Dahlia mengangkat telunjuknya ke arah Mama, lalu dia mengambil ponselnya dan melakukan panggilan telepon.

"Baiklah, saya tunggu." Mama terlihat tersenyum santai menyaksikan semua itu, sambil menyeruput cangkir teh yang dibuatkan Lita tadi.

Bisa kami dengar Dahlia merengek-rengek agar suaminya datang dari arah teras rumah. Dia yang memulai masalah, tapi akhirnya dia juga yang panik. Sepertinya memang hanya suaminya senjata yang bisa dia andalkan.

"Mas ...." Lita memegang lenganku. Wajahnya terlihat khawatir. "Aku gak menyangka jika masalahnya akan menjadi sebesar ini. Bahkan sampai melibatkan Mama, Mas ...."

"Adek tenang saja," ucapku kemudian sambil mengelus pundak Lita. "Saat ini kita cukup mendengarkan, karena Mama tidak akan bisa dilawan jika sudah seperti ini."

"Tapi ... sekarang Bang David juga terlibat, Mas ...."

"Lita." Tiba-tiba Mama memanggil Lita.

"Iya, Ma." Lita langsung terlihat gugup, lalu mendekat ke arah Mama.

"Tolong buatkan Mama secangkir teh lagi, kali ini tanpa gula," ucap Mama kemudian sambil mengulurkan cangkirnya pada Lita.

"B-baik, Ma," jawab Lita seraya mengambil cangkir itu dari tangan Mama. Tanpa menunggu apapun lagi, dia bergegas menuju dapur.

Aku menyaksikan semua itu seraya tersenyum. Entah kenapa sepertinya lambat-laun Mama akan mulai bisa menerima Lita sebagai menantu.

"Jangan senang dulu, Damar." Mama tiba-tiba berucap tanpa menoleh padaku, seperti bisa membaca pikiranku. "Kamu sudah membuat Mama merendahkan harga diri dengan menginjakkan kaki lagi di rumah ini. Awas saja, jika setelah ini kamu membuat masalah lagi."

Aku tersenyum mendengar ucapan Mama. Secara tidak langsung dia mengakui jika selama ini masih peduli padaku.

"Aku tahu, Ma. Tapi aku akan tetap pada pendirianku. Aku akan mengganti uang Mama setelah ini," jawabku.

Mama terlihat membuang napas panjang. Sepertinya dia sudah sadar jika tidak akan bisa membuatku berubah pikiran lagi.

Sesaat kemudian, terdengar suara mobil dari luar sana. Itu pasti suami Dahlia yang datang. 

"Dek, kamu tahu kan, aku sibuk sekali. Kenapa kamu memintaku untuk datang kemari?" Suara David terdengar jelas jika dia tengah kesal.

"Ini penting, Mas." Terdengar suara Dahlia menyahut. "Ini menyangkut harga diri istrimu!"

"Jangan bilang kamu membuat masalah lagi, Dek."

"Semua ini bukan salahku, Mas!"

Setelah beberapa lama mendengarkan perdebatan mereka, akhirnya Dahlia muncul dari pintu dan berjalan ke arah kami bersama sang suami.

"Kamu datang, Nak David." Wajah Bu Nani seketika sumringah menyambut menantunya.

Dahlia menatap ke arahku dan Mama bergantian.

"Kalian mau panggil polisi, kan? Silakan! Aku tidak takut jika harus menyelesaikan semuanya lewat jalur hukum!" ucapnya kemudian dengan angkuhnya. 

David langsung mendekat ke arah Bu Nani dan sungkem pada Ibu mertuanya itu, lalu ke arahku untuk menjabat tanganku. Namun, pada saat dia berhadapan dengan Mama, tiba-tiba dia kelihatan sangat kaget, dan aku tahu apa penyebabnya.

"Loh, Bu Zahra?"

"Wah, Pak David Gunawan, rupanya." Mama seketika tersenyum lebar. "Tak kusangka rupanya wanita bernama Dahlia itu istrimu."

"M-maafkan saya, Bu Zahra. Apakah istri saya membuat masalah dengan Ibu?" Wajah David seketika berubah memucat.

"Coba tanyakan sendiri padanya, Pak David." Mama lagi-lagi tersenyum.

David langsung menatap ke arah istrinya dengan pandangan gusar.

"Gila kamu, Dek! Apa kamu tahu sedang berhadapan dengan siapa?!"
.
.
TAMAT DI KBM APP DENGAN JUDUL YANG SAMA.
Author : Ariesa Yudistira

Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!

  • Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
  • Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
  • Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense

Belum ada Komentar untuk "TERKABULNYA DOA ISTRIKU Part 13"

Posting Komentar

Catatan Untuk Para Jejaker
  • Mohon Tinggalkan jejak sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel