MENUKAR TAKDIR part 5

MENUKAR TAKDIR part 5


 Sudah kuputuskan, aku tak akan menjadi anak pengalah dan penurut seperti dulu lagi. Karena apapun yang kulakukan. Sebesar apapun pengorbananku, semua tak ada harganya di mata mereka.


“Farin, tolong Ayumi. Dia nggak bisa masuk penjara, Farin. Dia sakit.”


“Iya, Farin. Tolong kami. Mama nggak bisa membayangkan anak seringkih dirinya ada di penjara.”


“Gantikan dia, Farin. Papa akan berikan apa saja yang kau minta.”


“Kau mau kan? Kau harus mau demi kami. Bukankah katamu kita ini keluarga? Keluarga itu harus saling bantu, Farin.”


“Kalau kau tak mau, kami sangat kecewa. Entah apa kami masih bisa sayang padamu lagi.”


Kombinasi antara bujukan dan ancaman itu akhirnya membuatku luluh. Aku akhirnya setuju, berharap keluar dari sana, mereka akan menebus dengan limpahan kasih sayang yang selama ini amat kudambakan. Aku selalu berpikir, jika aku menuruti kehendak mereka, mereka akan menyayangiku. Ya. Menyayangi saja. Hanya itu yang kubutuhkan. Betapa naifnya aku.


Kemudian putusan hakim jatuh. Mereka kembali membujuk. Tiga tahun saja. Itu tak akan lama. Lagipula Bang Arga berjanji akan menaruh orangnya untuk menjagaku di penjara.


Tapi, janji tinggal janji. Begitu aku masuk ke dalam pintu besi itu, aku dilupakan. Bang Arga dan Bang Arsen hanya menjenguk sekali. Sementara Papa dan Mama tak pernah menampakkan diri. 


“Keluargamu itu sakit! Bisa-bisanya mereka lebih sayang sama anak yang nggak ada hubungan darahnya. Sementara kamu itu darah daging mereka.”


Fiona ngamuk waktu tahu aku masuk penjara. Aku membujuknya, meminta dia tutup mulut. Hanya dia yang tahu dan aku percaya padanya.


Pada akhirnya, kini kusadari, semua pengorbananku tak ada arti. Cukup sudah.


Fiona masuk ke dalam toko tempatnya bekerja setelah dua sejoli itu masuk lebih dulu ke Yumi's Boutique. Aku berjanji akan datang ke kost nya nanti malam. Orang tua Fiona tinggal di kampung. Dia sendiri di sini, membantu orang tuanya mencari uang untuk menyekolahkan adik-adiknya. Tak terbayang sedihnya dia waktu diusir dari tokoku secara semena-mena oleh Ayumi.


Sambil menunggu Fiona pulang kerja, aku berjalan masuk mall, membeli beberapa kebutuhan. Terutama baju dan celana dengan ukuran yang pas. Di penjara, berat badanku susut beberapa kilo. Satu yang kusukuri, aku selalu menyelipkan beberapa lembar uang di bawah baju, di bawah kasur, di selipan buku-buku di perpustakaan. Kini, uang-uang itu sangat berguna. Aku akan memakai uangku sendiri meski kartu ATM yang diberikan Bang Arga berisi sejumlah uang.


Oh, jangan lupa. Membelikan makanan kesukaan Fiona. Aku tersenyum dalam hati. Setidaknya, aku sekarang punya seseorang yang bisa kuajak bicara.


***


“Dari mana kamu?”


Aku menghentikan gerakan tangan membuka pintu kamar. Bang Arsen mendekat sambil melirik arlojinya.


“Jam dua belas malam. Tak ada keluarga Hermawan yang pulang tengah malam seperti ini.”


“Kalau begitu lain kali aku akan pulang pagi sekalian.”


“Farin! Bisa tidak kau sekali saja mentaati peraturan di rumah ini?”


“Termasuk menjadi tumbal untuk Ayumi?”


“Kau masih mengungkitnya. Semua sudah terjadi.”


“Aku akan mengungkitnya sampai kiamat.”


“Kau… “


“Kalau kalian begitu jengah dengan keberadaanku disini, kenapa kalian bersikeras menahanku? Aku tak masalah pergi.”


“Kau adik kami.”


Sejenak, Kata-katanya terdengar tulus. Sesaat saja aku nyaris percaya. Tapi bayangan kehidupan kejam dalam penjara datang lagi, menggedor ingatan. Aku menghela napas.


“Semoga tak ada alasan lain dibaliknya.”


Tanpa menunggu jawaban, aku masuk ke dalam kamar. Ya, sesungguhnya, aku merasa ada yang janggal. Alasan mereka menjemputku dan memaksaku tetap di sini. Untuk apa aku disini jika hanya untuk di abaikan dan disakiti? Belum terbiasa? Sepuluh tahun sudah berlalu sejak pertama aku menginjakkan kaki di rumah ini. Masihkah mereka belum terbiasa?


***


“Biarkan saja dia pergi, Ma. Aku rasanya tak sanggup melihatnya memandang Ayumi dengan benci.”


Aku menghentikan langkah di balik tembok pembatas ruang tengah. Suara Bang Arsen terdengar halus menelusup di gendang telinga.


“Tidak Arsen. Dia tidak boleh pergi sampai… “


Puk.


Seseorang menepuk bahuku. Aku menoleh dan terkejut mendapati wajah Bik Asiah yang lugu tanpa dosa.


“Non Farin, baju baru yang semalam sudah Bibik cuci. Nanti kalau sudah disetrika, Bibik antar ke kamar ya.”


Aku tersenyum. Dia adalah satu-satunya orang yang tulus di rumah ini. Para pelayan lain, bahkan sama penjilatnya seperti Ayumi. Mereka menganggapku tak ada meski Bik Asiah sering menegur agar menganggap aku juga Nona  di rumah ini.


“Jangan ke kamar. Memangnya Bibik nggak capek naik ke kamar Farin? Ntar biar Farin ambil sendiri.”


Untuknya, aku sanggup memberikan senyum tulus. 


Bik Asiah balas tersenyum.


“Kadang capek. Tapi Bibik suka sedih mikirin Non di atas sendirian.”


Aku tertawa kecil, “Lantai atas itu sama sekali nggak mengerikan. Nggak ada apa-apanya dibanding penjara.”


Bik Asiah tak berkata-kata, melainkan menatap dengan mata berkaca-kaca. Ah, hatiku menghangat melihatnya. Namun, senyumku langsung lenyap melihat Bang Arga datang, beriringan jalan dengan Ayumi.


“Farin, ikut ke ruang tengah.”


Dia melintasiku. Aku tak menyahut, tapi kuikuti juga langkah kaki keduanya.


Di sofa ruang tengah yang empuk dan nyaman, kami berkumpul. Mama dan Bang Arsen menoleh saat kami datang. Lalu, seseorang yang hampir aku lupakan. Papa.


Dadaku berdebar melihatnya. Dibanding Mama dan kedua Abangku, perhatian kasih sayangnya lebih kudambakan.


“Apa kabar Farin?”


Akhirnya ada yang menanyakan kabarku. Aku tersenyum kecil.


“Aku masih hidup, Pa.”


Dia tersentak. Ditatapnya aku dalam-dalam sekian jenak. Kemudian kudengar dia menghela napas. Lalu, suara Mama terdengar.


“Ayumi akan segera menikah, Farin. Kau mungkin belum tahu.”


Aku diam saja. Sementara Ayumi, seperti biasa tak mau memandangku. Kali ini dia menempel pada Bang Arsen, menyandarkan kepala di bahu kakak keduaku itu.


“Semalam, Ayumi minta hadiah pernikahan. Hadiah yang hanya kau yang bisa berikan.”


Alisku mengernyit.


“Apa?”


Mama diam sejenak.


“Gaun pengantin. Gaun yang kau rancang dengan tanganmu sendiri, Farin. Khusus untuknya.”


“Apa?”


***


Judul : MENUKAR TAKDIR

Author : Yazmin_Aisyah

Ongoing di kbm app

Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!

  • Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
  • Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
  • Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense

Belum ada Komentar untuk "MENUKAR TAKDIR part 5"

Posting Komentar

Catatan Untuk Para Jejaker
  • Mohon Tinggalkan jejak sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel