SISA SAMPAH MEREKA MEMANGGILKU (BAB 1)

SISA SAMPAH MEREKA MEMANGGILKU (BAB 1)


 "Apa?! Kamu keterima di universitas? Hah! Universitas impian segala! Jangan berlagak sok kaya! Kayak punya du_it aja kuliah segala!


Tawa nyaring itu menggema dari ruang tamu,  telingaku sakit mendengarnya. 


Aku berdiri di ambang pintu, tangan masih memegang surat penerimaan. Mataku masih berkaca-kaca, bukan karena bahagia, tapi karena rasa takut akan reaksi Bude. Aku tahu Bude tak akan setuju. Sejak dulu aku dianggap budak di rumah ini, bukan dianggap saudara. Aku anak yang terbuang dan tidak berguna di mata keluargaku. 


Bude Rahayu meletakkan cangkir tehnya keras di meja. "Kamu sekolah tinggi-tinggi enggak bakal jadi apa-apa, Nayla! Dengar ya, anak h4ram pembawa sial sepertimu tuh nggak pantas masuk perguruan tinggi! Paham?!"


"A-aku cuma mau kuliah, Bude." suaraku lirih, hampir tak terdengar.


Tapi Bude bangkit. Tubuhnya besar, bayangannya menjulang di depanku seperti monster. "Kuliah? Kuliah katanya! Hahaha! Denger, ya! Anak h4ram yang cuma numpang hidup di rumah orang nggak usah bermimpi tinggi! Mimpi aja sadar diri!"


Sepupu-sepupuku, ikut tertawa di sofa. "Udah syukur Bude nggak buang kamu ke panti, Nayla. Eh, sekarang malah mau kuliah."


Aku menggigit bibir, menahan air mata yang mulai menganak sungai. "Aku belajar keras, Bude. Aku dapat beasiswa penuh. Aku enggak butuh uang Bude."


"Beasiswa?! Sok hebat!" Bude mencibir. "Dengar ya, rumah ini udah kamu tumpangin dari kecil! Ibuku yang merawat kamu waktu nyokapmu kabur sama laki-laki! Kamu pikir cukup cuma modal beasiswa?! Listrik, air, nasi yang kamu makan, semuanya dari aku!"


"Terima kasih, Bude. Tapi aku—"


"Diam!" Bude mengayunkan tangannya. Tamparan keras mendarat di pipiku. Sakitnya seperti bara yang menempel. Aku terhuyung, hampir jatuh, tapi kutegakkan tubuhku lagi.


Kepalaku berdenyut, tapi bukan hanya karena tamparan, melainkan karena harga diriku diinjak berkali-kali oleh mereka. 


"Bude, aku enggak akan nyusahin Bude lagi. Aku akan pergi dari sini. Aku—"


"Bagus! Memang harusnya kamu pergi!" Bude menunjuk pintu. "Daripada kuliah, mending kamu nikah aja sama Juragan Salim! Hitung-hitung kamu balas jasa, keluargamu menumpang di rumah ini belasan tahun!"


Mataku membelalak. "Nikah? Sama juragan itu yang usianya tiga kali lipat umurku?"


"Kenapa? Kamu pikir kamu siapa? Putri keraton? Kamu itu anak hasil zin4! Nggak usah milih-milih! Kamu harusnya bersyukur ada laki-laki tua kaya yang masih mau sama kamu!"


Dadaku sesak. Tak ada kata yang bisa keluar dari mulutku. Hatiku seperti direm4s-rem4s, dijatuhkan, lalu ditertawakan.


"Tapi Bude. Aku mau jadi orang, aku mau—"


"Menjadi apa?! Jadi perempuan sok pintar yang nanti tetap diceraikan suaminya? Atau jadi dosen yang cuma bisa makan dari g4ji pas-pasan, pulang naik angkot?! Sudah, Nayla. Kamu tuh enggak pantas bermimpi. Dunia enggak diciptakan buat anak kayak kamu."


Sepupu-sepupuku ikut mengangguk sambil tertawa pelan.

"Dia tuh keras kepala. Sok banget. Dulu juga nggak tahu malu nangis minta baju bekas aku waktu SMA," kata Rina, senyum menyeringai.


"Ya iyalah, orang dari kecil numpang makan di sini. Nggak tahu diri banget malah pengin kuliah," sahut Reza.


Tanganku mengepal. "Aku minta maaf kalau selama ini merepotkan. Tapi aku bukan anak har4m. Ibuku—"


"IBUMU PEL4CUR!" teriak Bude. Suaranya meledak seperti petasan dalam ruang sempit. "Dia ninggalin kamu begitu aja, lari sama laki-laki kaya! Dan kamu, kamu warisan dari d0sa!"


Aku menggeleng pelan. Air mataku tumpah. “Aku.  Aku bukan seperti itu. ”


"Udahlah! Ini rumahku! Keluarga ini! Dan kamu, kamu cuma benalu. Kalau kamu mau pergi, pergi sekarang! Bawa semua ambisimu yang menji_jikkan itu ke tempat lain!"


"Baik, Bude." Aku akhirnya membuka langkah, meski lututku lemas. “Aku akan pergi malam ini.”


"Bagus. Dan jangan harap balik! Jangan pernah bawa nama keluargaku kalau kamu nanti gagal dan pulang dengan perut buncit!"


"Semoga Bude panjang umur," ucapku pelan, suara tercekat. “Biar Bude bisa lihat aku berhasil. Tanpa bantuan siapa-siapa."


Bude menyeringai kej4m. "Berhasil? Kamu? Hahaha! Aku doakan kamu jadi gel4ndangan! Nggak akan ada yang peduli sama anak tak jelas asal-usulnya kayak kamu!"


Aku melangkah ke kamar, mengambil ransel kecil yang sudah kupersiapkan sejak semalam. Surat penerimaan itu masih kugenggam erat. Kupeluk erat-erat, seperti satu-satunya harapan di dunia ini. Di dalamnya, bukan cuma nama universitas impianku, tapi juga harga diriku.


Malam itu hujan turun. Tapi lebih deras air mata yang kutahan di bawah payung tua pinjaman. Aku melangkah meninggalkan rumah itu. Rumah yang tak pernah jadi rumah.


JUDUL : SISA SAMPAH MEREKA MEMANGGILKU (BAB 1)


PENULIS : Zuliapenacinta 


Aplikasi : KBM

Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!

  • Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
  • Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
  • Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense

Belum ada Komentar untuk "SISA SAMPAH MEREKA MEMANGGILKU (BAB 1)"

Posting Komentar

Catatan Untuk Para Jejaker
  • Mohon Tinggalkan jejak sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel