Bukan Sentuhan Suamiku

Bukan Sentuhan Suamiku


 Part selanjutnya.... 

Aneh, tetangga bilang selalu melihat ada seseorang yang masuk ke rumahku setiap malam dan baru pergi menjelang pagi, padahal aku tidak pernah merasakan ada tamu, hanya aku dan suami yang sibuk melakukan ritual pengantin baru... 


"Mas ... sepertinya,kami terlalu berlebihan menanggapi hal ini. Kita baru tidak bercint4 baru dua malam? Tapi, entah kenapa ekspresimu seperti tidak melakukannya selama setahun?" Suaraku bergetar. Aku takut dengan nya tetapi aku juga tidak mengerti dengan sikapnya ini. 


"Diamlah, Mala. Ikuti saja keinginanku." Nada dingin, dengan penegasan yang begitu mutlak.


"Tidak ... kita tidak akan pernah lagi bercinta kalau kamu masih mau dengan teorimu yang tidak lazim itu!" tegasku. Sementara dadaku masih berdebar sangat keras. 


Kapas bekas pembersih wajah kusapukan bolak-balik ke telapak tangan, untuk mengurangi rasa takut serta gugup.


" Baiklah. Aku tidak butuh izinmu, Mala ... selama ini, yang kau lihat dariku cuma kebaikan saja bukan? Apa, kau ingin lihat juga kemarahanku, kekerasanku?" tiba-tiba saja, telapak tangannya sudah menjepit rahangku dengan keras.


Jantung seakan berhenti berdetak.


"Ma ... Mas ..." Aku sungguh tidak percaya ia akan berbuat begini.


"Aku ini, suamimu! Dengar itu, 'suami' aku bisa saja menoleransi setiap kelakuanmu. Tetapi tidak akan menoleransi yang satu ini. Kau, harus selalu bersedia melayaniku kapanpun aku mau. Karena, untuk itulah aku menikah. Kamu mengerti!" Ia melepaskan rahangku dengan keras.


"Sekarang, pergilah tidur!" 


Entah kemana semua keberanian yang tadi sangat percaya diri aku tunjukkan padanya. Aku merasa sangat tidak berdaya dengan kemarahan yang dia lontarkan. 


Apa katanya? Ia menikah hanya untuk seks?


Pantas saja selama ini ia selalu menyuruh meminum pil kontrasepsi itu. Apa dibalik wajahnya yang terlihat begitu baik ini, ia hanyalah seorang monster?


Aku tidak akan merasa heran kalau selama pernikahan kami ia memang telah bersikap kasar, tetapi baru kali ini ia marah dan begitu sangat marah. Apa memang semua lelaki akan seperti itu, apa bila istrinya menolak untuk bercinta?


Ia meraih tanganku. Lalu mengarahkanku dengan kasar ke tempat tidur.


"Tidurlah dengan cepat. Aku tidak bisa lagi menahannya!" Bisiknya, mendirikan bulu romaku. Aku tidak yakin lelaki ini benar-benar Mas Pandu yang kukenal.


Aku meringkuk di tempat tidur. Matanya masih menatapku nyalang. Namun, entah kenapa aku seperti melihat sinar begitu lega di sana.


Dengan cepat ia menyelimutiku. Aku meraih sebuah guling, memeluknya dengan erat. Lalu menumpahkan tangis di sana. Apa aku begitu lemah sebagai seorang wanita, sehingga suamiku berbuat seperti ini padaku.


Hanya karena aku tidak sudi bercinta dalam gelap ia membuatku takut seperti ini? Apakah ini tidak berlebihan? Ada apa sebenarnya dengan suamiku? Apa yang disembunyikan dariku.


"Aku tidak menyuruhku menangis, Mala. Tidurlah secepatnya!" 


  Seharusnya aku melawan, balik membentaknya gitu. Tetapi seluruh tubuhku terasa gemetar. Dan yang kulakukan hanya semakin membenamkan wajah ke bantal lembut itu.


                      ----------------------------


Petir menyambar, angin kencang sepertinya sedang mengamuk di luar sana. Aku terbangun dalam gelap, seketika tubuhku terasa kaku. Apa suamiku akan segera memulai kegiatannya.


Aku menunggu. Kantuk yang masih bertengger di pelupuk mata seketika pergi begitu saja. Tetapi aku lebih memilih diam, tidak bergerak.


Tidak berapa lama. Kasur di sebelah melesak dihimpit beban berat. Pertanda suamiku sudah akan mulai melakukan aksinya.


Aku menahan napas. Dulu, saat-saat seperti ini adalah hal yang paling kutunggu-tunggu. Aku tidak pernah mempertanyakan apapun, walau ia selalu mematikan lampu. Selalu menekan tanganku kebantal. selalu buru-buru pergi setelah semua selesai. Tidak pernah sedikitpun ada ragu dalam hati.


Aku selau siap untuknya. Jiwaku selalu menggelora ketika ia mulai menggelapkan kamar ini. Walaupun ia selalu menuntut lebih dan lebih, hingga kadang aku begitu sangat lelah, tapi sangat sepadan dengan kebahagiaan yang ia berikan padaku. 


Walaupun aku harus selalu menebus malam-malam panjang itu dengan tidur seharian, tetap saja aku selalu merindukan detik-detik ia menyalurkan hasratnya.


Sekarang aku mencari-cari debaran itu. Rasa mendamba yang selalu mendominasi, tetapi hingga tangan itu terasa mulai meraih selimut yang menutupi tubuh ini, hanya hawa ketakutan yang kutemui.


Selimut itu sudah ia sibakkan sepenuhnya. Meninggalkan tubuhku yang hanya berbalut baju tidur tipis. Aku membenamkan wajah ke bantal. Dalam hati berdoa agar kegiatannya ini segera dihentikan. Apa ia tidak merasakan tubuhku gemetar karena takut?


"Mas ... aku takut ...mimpi buruk itu masih terasa sangat jelas ..." Tanpa sadar muutku bersuara di dekapan bantal.


Tangan yang tadi mulai bergerak liar, mendadak berhenti. Lalu jemari itu berpindah menyibak rambut panjangku yang dari tadi menutupi leher dan separuh wajah.


Terasa kecupan bertubi di pipi, mata dan kening. Kemudian berpindah ke pucuk kepala.


Jemarinya masih belum berhenti, bergerak pelan di sekitar leher. Aku menggigit bibir, kenapa aku lupa dengan kepiawaiannya dalam menggodaku. Cuma seperti ini saja pertahananku. Sedetik kemudian, mungkin saja kata-kataku yang tidak ingin bercinta, hanya omong kosong belaka. 


Akan tetapi, kegiatannya itu berakhir pada rangkulan erat dipinggang. Ia kembali mengecup pipi, kening lalu pucuk kepala berkali. Lalu ia berhenti sepenuhnya, dan merebahkan tubuhnya di sampingku.


Lama aku baru bisa kembali memejamkan mata. Menikmati pelukan yang terasa sangat langka. Tidak pernah seingatku Mas Pandu memelukku seposesif ini. Biasanya setelah percintaan yang hebat ia akan buru-buru pergi, lalu setelah kembali ia langsung mendengkur di sebelahku.  Pelukan ini terasa lain, begitu hangat dan membuat nyaman. 


Hembusan nafasnya yang terasa hangat di leher, mengirim sinyal ketenangan. Dan aku tidak peduli lagi dengan kemarahan yang tadi ia hempaskan. Mulai besok aku berjanji akan kembali menuruti semua keinginannya. Aku tidak akan pernah menolaknya lagi.


Aku memang semudah itu. Jiwaku ini begitu mudah takhluk. Aku tidak akan sanggup berlama-lama marah pada seseorang yang sangat kucintai.


Ketika  mataku mulai sepenuhnya terpejam, Indra penciuman menangkap sesuatu yang lain dari biasanya. Wangi parfum yang menguar dari tubuh yang memelukku saat ini begitu berbeda dengan wangi yang biasa dipakai suamiku. 


Mungkinkah suamiku tiba-tiba mengganti merk parfumnya. Besok aku akan bilang sama Mas Pandu bahwa wangi yang ini lebih menawan. 


Lalu, kantuk benar-benar telah mengantarkanku dengan damai ke pulau kapuk. 


Baca selengkapnya di kbm aap

Penulis: Vincaflower

Judul: Bukan Sentuhan Suamiku

Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!

  • Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
  • Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
  • Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense

Belum ada Komentar untuk "Bukan Sentuhan Suamiku"

Posting Komentar

Catatan Untuk Para Jejaker
  • Mohon Tinggalkan jejak sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel