Dikira Istri Melarat Ternyata Konglomerat

Dikira Istri Melarat Ternyata Konglomerat


 [ Maaf Mbak, saya istrinya Mas Haris. Hape dan jas beliau ketinggalan. Saya anterin ke kantor, ya ]


Pesan itu kukirim ke nomor Mbak Nita, asisten suamiku. Nomor itu sering muncul di notifikasi WA Mas Haris, jadi kupikir dia yang paling mungkin bisa nyampein.


Tak ada balasan. Tapi aku tetap bersiap. Gak enak rasanya kalau Mas Haris telat meeting cuma karena Hape-nya ketinggalan.


Aira kugendong, pakai jaket tipis. Aku cuma pakai gamis sederhana dan jilbab yang sudah agak pudar warnanya. Bedak pun tak sempat kupakai. Tapi aku tetap yakin niatku baik.


Sampai di kantor Mas Haris, aku heran. Banyak mobil mewah. Karpet merah. Orang-orang berdandan rapi.


Ada acara apa ini? Aku masuk ke lobi dengan langkah ragu. Mataku menangkap banner besar bertuliskan:


[ Gala Dinner & Anniversary PT. Graha Jaya Internasional - Aksara grup ke-15 ]


Hatiku mencelos. Kenapa aku nggak tahu? Kenapa aku nggak diajak?


Langkahku makin pelan saat melihat Mas Haris turun dari tangga besar di tengah ruangan. Tersenyum. Bersama seorang perempuan muda bergaun merah marun yang lengannya melingkar manja di tangan Mas.


Aku berdiri mematung. Tapi belum sempat aku mendekat, terdengar seseorang memanggilku.


“Laika?”


Aku menoleh. Itu kakak iparku, Mbak Mita menatapku dari ujung kepala sampai kaki. Di sampingnya berdiri Ibu Mertuaku, memeluk tas mahal, alis terangkat tinggi.


“Kamu ngapain ke sini? Mau numpang makan?” sindir Mbak Mita tajam.


“Aku cuma mau anterin HP Mas Haris. Sama jasnya, Mbak ...” suaraku gemetar.


Ibu Mertua mencibir. “Udah tahu gak pantas, masih nekat datang. Mau bikin malu keluarga?”


Aku menggigit bibir. Di saat yang sama aku melihat Mas Haris melihat ke arah kami.


Kupeluk Aira lebih erat, meski keringat dingin mulai membasahi pelipis. Suasana pesta seolah jadi sunyi untukku, padahal musik terus mengalun. Tapi yang kudengar hanya degup jantungku dan tawa perempuan itu di lengan suamiku.


Aku memberanikan diri melangkah.


“Mas,” panggilku pelan. “Aku cuma mau balikin HP Mas yang ketinggalan tadi pagi.”


Mas Haris menoleh. Wajahnya berubah. Tapi bukan senyum lega yang kudapat. Melainkan ekspresi panik yang jelas ingin menyembunyikanku.


“Laika... kenapa kamu ke sini?”


Aku tersenyum pahit. “Aku antar HP kamu, Mas. Siapa tahu penting."


Perempuan di sebelah Mas Haris menatapku dari ujung kaki sampai kepala. Lalu tersenyum kecil, senyum merendahkan.


“Eh, Mas... ini siapa ya?” suaranya lembut, manja. Dan langsung menusuk ke ulu hatiku.


Mbak Mita dan Ibu Mertuaku mendekat, berdiri di antara kami. Mbak Mita menggandeng lenganku kasar. 


“Udah, pulang aja, Laika. Jangan bikin malu lebih jauh.”


Aku tepis tangannya. “Aku nggak akan pulang sebelum dapet penjelasan. Siapa dia, Mas? Dan kenapa dia nempel terus ke kamu?”


Mas Haris menunduk. Perempuan itu malah tersenyum makin manis.


“Perkenalkan,” katanya santai, “aku Nita, bisa dibilang, tunangan Mas Haris.”


Tunangan? Duniaku seolah berhenti berputar mendengarnya.


“Tunangan?” tanyaku, suaraku meninggi. “Asisten yang suka chat malam-malam? Yang kamu bilang cuma urusan kerja, Mas?”


Mas Haris menghela napas panjang. “Laika, jangan ribut di sini. Ini acara penting. Kita bisa bicara nanti.”


“Nanti?” Aku nyaris tertawa miris. “Kamu bisa gandeng dia depan semua orang, tapi aku, istrimu, malah kamu suruh pulang kayak pembantu?”


Semua mata mulai melirik.


Ibu Mertuaku berbisik ketus, “Kamu gak tahu malu, Laika. Udah cukup kita sabar nerima kamu selama ini. Gak bisa kasih keturunan laki-laki, gak bisa rawat diri. Masih berani muncul di tempat terhormat begini?”


Tanganku gemetar. Aira mulai merengek kecil dalam pelukanku. Tapi aku tetap menatap Mas Haris lurus-lurus.


“Jadi aku gak cukup baik buat kamu, Mas? Karena aku punya tiga anak perempuan? Karena aku gak bisa dandan kayak dia? Karena aku gak bisa ikut pesta dan pakai baju mahal?”


Mas Haris tak menjawab. Tapi diamnya, lebih menyakitkan dari ribuan kata.


“Mas, jawab aku!” suaraku meninggi, mengguncang dada sendiri. “Jangan diam! Aku ini istrimu, Mas! Bukan orang asing!”


Orang-orang mulai melirik. Beberapa pegawai yang kukenali dari foto-foto di laptop Mas Haris bahkan saling bisik, menyembunyikan tawa sinis.


Mas Haris menunduk, wajahnya tegang. Tapi bukan karena menyesal.


Melainkan malu.


Dia melirik ke arah security yang berdiri di sisi pintu. “Pak, tolong antar Ibu ini keluar.”


Aku membeku.


“Apa... Mas?”


Security itu ragu. Tapi Mas Haris menunjukku. Tegas.


“Tolong antar keluar. Jangan bikin keributan di acara resmi.”


“Mas!” air mataku langsung turun. Aira menggeliat kecil dalam pelukanku, terbangun karena keributan. “Mas, ini aku, Laika! Yang tiap hari bangun jam empat buat nyiapin sarapan kamu! Yang ngurus anak-anak! Yang jualin kue buat bantu uang sekolah!”


Nita, si perempuan yang berdiri di samping suamiku, menoleh ke Mas Haris sambil menutup mulutnya yang nyaris tertawa.


Ibu Mertuaku hanya menunduk pelan, tanpa satu kata pun membelaku.


“Udah cukup, Laika.” suara Mas Haris dingin, mematikan. “Kamu nggak punya tempat lagi di sini.”


“Aku masih istrimu!” pekikku.


“Belum lama lagi,” balasnya. “Besok kamu terima suratnya.”


Hatiku serasa diremas. Tubuhku limbung, tapi aku tak mau jatuh. Tidak di depan mereka. Tidak di depan perempuan itu.


Security mendekat. Dengan sopan, tapi tegas dia menyentuh lenganku. 


“Maaf, Bu. Silakan ikut saya.”


Aku menoleh pada Mas Haris mataku basah.


“Mas... aku bukan pengemis. Aku istrimu. Tapi mulai detik ini... aku bersumpah, kamu akan menyesal udah ngusir aku kayak sampah.”


Aku melangkah pergi. Tapi sebelum melewati pintu, aku menoleh sekali lagi.


Dan kulihat Nita menggenggam tangan Mas Haris, tersenyum menang.


Tak apa. Hari ini aku dibuang.


Tapi nanti, aku akan kembali. Dengan cara yang tak pernah mereka bayangkan.


Selengkapnya di KBM app

Judul : Dikira Istri Melarat Ternyata Konglomerat 

Penulis: Queensunrise

Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!

  • Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
  • Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
  • Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense

Belum ada Komentar untuk "Dikira Istri Melarat Ternyata Konglomerat "

Posting Komentar

Catatan Untuk Para Jejaker
  • Mohon Tinggalkan jejak sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel