AIR MATA MADUKU
Entah pukul berapa aku terlelap semalam. Tiba -tiba aku terjaga ketika pintu kamarku di ketuk pelan oleh seseorang.
"Zahra ... Zahra ...! Buka pintunya, doong!"
Diantara rasa kantukku yang masih mendera, aku mencoba bangkit dan memperjelas pendengaranku.
"Zahra ... cepat buka pintunya!"
Sontak membuang napas kasar ketika mengenali suara itu adalah milik suamiku.
Waktu masih menunjukkan pukul dua pagi.
Aku kembali berbaring dan menutup kedua telingaku dengan tangan. Sebaiknya aku Pura-pura tidak mendengar, hingga suara itu mengilang.
Aku kembali terlelap karena cukup lelah setelah menghadap begitu banyak drama hari ini.
****
Hari ini aku bangun lebih pagi. Semua rutinitas aku lakukan lebih cepat dan memutuskan untuk sarapan di luar saja.
Hari ini pertama kali aku masuk kantor di perusahaan Devan. Seharusnya aku bisa lebih disiplin. Jangan sampai aku terlambat seperti kemarin. Bisa -bisa Devan akan menilai buruk kinerjaku.
Setelah memastikan semua keperluan ibu beres, gegas aku berganti pakaian dan bersiap-siap hendak berangkat ke kantor.
Liana ternganga ketika baru saja aku keluar dari kamar dengan mengenakan pakaian , sepatu dan tas baruku. Rambut panjangku yang bergelombang, biasa aku gelung jika di rumah, kini aku biarkan tergerai.
Mas Dewa yang juga sudah terlihat rapi dengan pakaian kantornya, tiba-tiba berhenti saat hendak melewatiku.
Mas Dewa memandangku tak berkedip. Jakunnya terlihat naik turun. Suamiku itu berusaha menelan salivanya.
Tanpa kata-kata aku melangkah menuju kamar Ibu untuk berpamitan. Tanpa aku ketahui ternyata Mas Dewa berjalan dibelakangku.
"Maass, mau kemana?"
Mas Dewa tak menghiraukan panggilan istri mudanya yang sedang asik menikmati sarapan nasi uduk. Ya, sepertinya Liana membeli sarapan diluar untuknya dan Mas Dewa. Apa dia tidak tau kalau suaminya akan sakit perut jika makan makanan bersantan di pagi hari?
"Bu, Zahra kerja dulu. Baik-baik di rumah."
"Aku juga berangkat kerja dulu, bu!" pamit Mas Dewa seraya mencium tangan Ibu.
"Dewa, carikan ibu perawat saja!. Istrimu tidak becus merawat ibu.!"
Mas Dewa terperanjat mendengat ucapan Ibu.
"Biaya gaji perawat kan mahal, Bu." sahutnya.
"Kalau begitu ajarkan istri mudamu itu. Jangan rebahan aja kerjanya!"
"Liana sedang hamil, Bu. Wajar kalau sering kecapean"
"Halah percuma ibu bicara sama kamu. Sudah sana pergi!"
Ibu melengos saat kami kembali pamit.
Penulis rina novita
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "AIR MATA MADUKU"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker