MERTUA ISTIMEWA 3

MERTUA ISTIMEWA 3


 MERTUA ISTIMEWA 3


Jantungku berdegup kencang saat melihat sebuah mobil berhenti di halaman. Tidak lama kemudian kendaraan roda empat berwarna silver itu terbuka persamaan dengan keluarnya sang pemilik yaitu Mas Akbar, Mbak Nirma serta seorang gadis kecil berusia kira-kira 5 tahun yang menggelayut anja di lengan sang ibu.


Menyusul di belakangnya sebuah mobil berwarna putih dan itu adalah mobil Mbak Divya bersama keluarga kecilnya. 


Aku yang sedang mengamatinya dari dalam rumah di balik kaca jendela hanya menghela napas panjang. Di antara kami hanya Mas Ramzi yang belum memiliki mobil.


Seketika rumah Ibu jadi heboh. Rupanya Bu Mila sudah  menunggu kedatangan anak-anaknya itu. 


"Mas Akbar dan Mbak Mbak Divya sudah datang, ya?" tanya Mas Ramzi. Suamiku itu baru saja selesai mandi, rambutnya masih basah. Aroma sabun serta sampo menguar dari tubuhnya. 


"Iya, Mas." 


"Kenapa masih di situ?" tanya Mas Ramzi. "Ayo kita ke rumah ibu. Sambut kakak-kakakku. Aku juga sudah kangen mereka," ujarnya seraya meletakkan handuk di gantungan. 


"A--aku?" aku menggigit bibir bawah. Jujur aku belum siap untuk bertemu dengan mereka. Apalagi saat melihat aku dan mereka yang bak langit dengan bumi. Bagaimana jika para kakak ipar itu tidak mau bicara denganku. 


Bagaimana jika di sana aku hanya menjadi bahan perbandingan? Seperti ibu kandungku yang selalu membandingkan aku dengan Mbak Ulfa. Pun dengan kakak perempuanku yang tidak mau menyapaku setelah ia mendapat suami kaya. 


"Mas aja yang menemui mereka, ya!" ujarku sambil berdiri lalu mengambil sapu. Sengaja menyibukkan diri padahal lantai sudah bersih. 


Mas Ramzi mengambil alih sapu dari tanganku lalu mengembalikan ke tempat semula. "Ines, mereka itu kakakku artinya kakak kamu juga. Nggak pantas lah kalau kamu sampai nggak mau menemui mereka?" 


Bukannya aku nggak mau menemui dan menyambut para kakak ipar itu, tetapi aku minder. 


"Mau aku gendong biar kamu mau kesana?" Mas Ramzi mendekat dan mengambil ancang-ancang siap mengangkat tubuhku. 


"Ih, apaan kamu, Mas? Aku bisa jalan sendiri." 


"Ya udah. Ayo!" 


"Harus, ya?"


"Wajib." 


"Baiklah aku mandi dulu kalau begitu." 


"Eh, bukannya tadi udah?" tanya Mas Ramzi dengan dahi berkerut. 


"Lagi." 


Aku berdiri di depan cermin setelah berganti pakaian terbagus yang kupunya. Berulang kali aku c1um badanku sendiri untuk memastikan sudah wangi. Tidak lupa meletakkan telapak tangan di depan mulut lalu menghembuskan napas dan menc1umnya. Lega saat napasku terasa segar dan wangi. 


Kuhela napas berat. Ya Allah, begini amat mau bertemu kakak ipar. 


Langkahku terasa berat saat kaki ini mulai memasuki rumah ibu. Terdengar suara riuh di dalam. Mereka sedang menumpahkan rasa rindu pada orang tersayang. 


Keringat dingin mulai membasahi tubuh  saat tangan Mas Ramzi menyentuh pegangan pintu. Aku gemetar, aku takut. 


"Cie, pengantin baru. Sampai nggak mau pisah. Nempel terus kayak perangko," kata Mbak Divya begitu kami berdua muncul. 


Pipiku menghangat karena malu. Aku baru sadar kalau dari tadi terus menempel di lengan Mas Ramzi. 


Perasaanku buncah saat Mas Akbar dan Mas Faris--suami Mbak Divya mem3luk Mas Ramzi secara bergantian. Betapa hangatnya keluarga ini. 


"Salim sama Tante Ines dan Om Ramzi." Suruh Mbak Divya pada anak kecil di pangkuannya. 


Bocah kecil berambut panjang yang diikat itu mengulurkan tangan dan meraih tanganku lalu menc1umnya dengan takzim. Lalu bergantian dengan gadis kecil yang lain. Iya, masing-masing dari mereka sudah punya seorang  anak, dan semuanya perempuan. Setelah menc1um tanganku, lalu melakukan hal yang sama dengan Mas Ramzi. 


Oh, bahkan para kakak ipar bahkan mengajarkan anak-anak memanggilku Tante. Terharu sekali aku. 


Aku ingin menangis. Ponakanku--anak Mbak Ulfa tidak pernah mau menyalamiku bila datang, apalagi menc1um sebagai bentuk rasa hormat dari yang muda kepada yang lebih tua.  Kakak kandungku itu melarangku untuk menyentuhnya. 


Entah bagaimana cara Mbak Nirma dan Mbak Divya dalam mendidik anak-anak sehingga mereka begitu manis dan sopan. 


Aku kaget saat Mbak Nirma menarik tanganku yang berlanjut dengan cipika-cipiki lalu mem3lukku erat. Mataku terasa berat, aku yang tadinya ragu untuk mengulurkan tangan karena takut mendapat penolakan, tetapi malah mendapat p3lukan hangat dari  kakak ipar. 


Bukan hanya Mbak Nirma, Mbak Divya juga melakukan hal yang sama. Kakak Mas Ramzi itu berbisik saat dalam p3lukanku. "Terima kasih, ya, Nes, sudah mau menjadi bagian dari keluarga ini. Terima kasih sudah menemani ibuku."


Ya Allah, air mataku tidak dapat kutahan lagi. Aku terharu begitu dihargai di keluarga ini. 


"Kita foto-foto, yuk, mumpung kumpul semua," kata Mbak Nirma seraya mengeluarkan ponselnya. 


"Ayuk!" 


"Eh, tetapi ada yang kurang. Nella nggak ada," 


"Nggak apa-apa. Nanti biar dia nyusul," 


Lalu mereka bersiap berfoto dengan berjejer  dan Mas Akbar bertindak sebagai fotografer. 


"Aku ke belakang dulu, ya," ucapku canggung. Aku malu jika harus foto bareng mereka. 


Akan tetapi Mbak Divya menahan tanganku dan mengajakku bergabung untuk foto bersama mereka. 


Bulir bening ini tidak dapat kutahan lagi saat melihat status WA Mbak Divya yang berupa foto dengan keterangan 'H4rta yang paling berh4rga adalah keluarga' di dalam foto itu ada aku dan juga Mas Ramzi. 


Mereka benar-benar sudah menganggapku sebagai keluarga. 


Di KBM App sudah tamat

username sitiaisyah9078

Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!

  • Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
  • Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
  • Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense

Belum ada Komentar untuk "MERTUA ISTIMEWA 3"

Posting Komentar

Catatan Untuk Para Jejaker
  • Mohon Tinggalkan jejak sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel