Kini aku tahu kenapa suami dan ibu mertuaku tidak pernah benar-benar membiarkanku dekat dengan anakku sendiri.
Mereka nggak lagi menjaganya. Mereka juga nggak lagi membantuku mengurus anak. Mereka hanya sedang menjaga Miko dariku.
Dariku yang ternyata orang asing untuk anak tersebut.
Kata mertuaku, “Biar kamu bisa fokus sama karir, Nak.”
Kata suamiku, “Biar kamu nggak kecapekan, Sayang.”
Bullshit!
Itu hanya perhatian palsu yang mereka ciptakan untuk rencana tersembunyi mereka.
Aku disuruh berkarir dan berprestasi, menjadi penasihat hukum di kesatuan suamiku. Harus punya kinerja yang cukup bagus, karena itu akan berdampak pada karir suamiku. Namanya jadi dikenal banyak anggota, bahkan sampai ke Markas Besar.
Kini, dia sudah mulai dapat promosi. Katanya sedikit lagi akan naik pangkat, makanya sudah sangat percaya diri menceraikanku cuma karena kubanting HP-nya.
Namun, aku harus menangis meraung-raung dan memohon agar dia tidak menceraikanku. Agar dia berpikir jika aku benar-benar mencintainya. Agar dia tidak sadar jika aku sedang merakit bom waktu untuk meledakkan rencananya.
“Semua informasi yang Anda minta sudah ada di sini, Bu. Anda bisa melihatnya lebih dulu.”
Detektif swasta yang kusewa beberapa waktu lalu sudah membawakan hasil penyelidikannya pada Renata.
Kutancapkan flashdisk di laptopku, kemudian membuka satu-satunya file yang tersedia di sana.
“Dia sudah nikah? Tapi status di data kependudukannya masih lajang, Pak Tris?” tanyaku.
“Fakta di lapangan mengatakan jika dia sudah bersuami, Bu. Semua tetangga di kampung orang tuanya tahu kalau sembilan tahun lalu dia sudah menikah, dengan seorang tentara. Mereka memanggilnya Mas Andra. Tapi mereka kurang kenal juga karena Renata dan suaminya ini sudah tidak pernah pulang ke Semarang. Sementara di tempat tinggal sekarang, tidak banyak yang tahu tentangnya.”
Jantungku mencelos. Tanganku gemetar dan aku berusaha menyembunyikan itu dengan menggenggamnya.
“Pak Tris … sudah menyelidiki siapa ‘Andra’ yang dimaksud tetangganya itu?” tanyaku ragu-ragu.
Pria di depanku mengangguk. “Data pendukung ada di beberapa lembar terakhir dan ada foto yang saya dapatkan dari Ayah target langsung saat pernikahan.”
“Ayahnya? Anda terang-terangan sampai mendatangi orang tuanya?” tanyaku khawatir dan merasa pria di depanku ini cukup ceroboh. Sedikit saja ada kesalahan, rencanaku akan gagal.
“Saya menjaga kerahasiaan penyelidikan ini dengan baik, Bu. Kebetulan juga Ayah korban buta dan dia hidup sendirian di kampung. Saya melakukan pendekatan sebagai seorang kurir paket.”
Aku bisa bernapas lega sekarang. Kemudian aku mengulir cepat ke lembar terakhir. Lembar dimana ada sebuah foto yang membuatku langsung tersentak dan air mataku jatuh tanpa diminta.
Sebuah foto dari pernikahan sederhana di mana suamiku, Mas Nalan dan Renata sedang melakukan akad nikah. Jangan tanyakan bagaimana perasaanku. Jelas han-cvr, tapi ada yang membut hatiku lebih han-cvr lagi.
Aku melihat Uma ada di dalam foto itu.
Ibu mertua yang selama ini memanggilku ‘Nak’ dengan suara selembut kapas, ikut menyaksikan akad itu … tersenyum. Dengan senyum yang sama saat dia memelukku. Senyum yang sama saat dia menyuruhku fokus pada karir.
Tanganku menutup mulut, menahan jeritan yang rasanya ingin pecah dari dalam tenggorokan. Tapi air mataku sudah jatuh lebih dulu. Deras. Panas. Tidak bisa kutahan.
Ini bukan cuma pengkh1an4tan. Ini pembantaian diam-diam terhadap hati dan harga diriku.
"Ini … j4-h4t … Ini j4-h4t banget, ya Allah …." Kalimat itu keluar dalam gumaman gemetar, di antara isak yang tak sempat kutahan lagi.
Pak Tris berdiri perlahan. Suaranya pelan, nyaris tak terdengar. “Saya undur diri dulu, Bu Shana. Kalau ada yang perlu dilengkapi, saya siap bantu lagi.”
Aku tidak bisa membalas. Hanya anggukan kecil dan isakan yang tersendat di tenggorokan.
Pintu tertutup pelan. M3n1ng-galkanku di ruang kerja ini sendiri. Ya, sendiri. Sendiri, dengan setumpuk bukti dan reruntuhan kepercayaanku sendiri.
Tangisku pecah. Membungkuk di atas meja, memeluk kedua lutut dan menangis seperti anak kecil yang kehilangan arah pulang. Dunia rasanya seperti mempermainkanku tanpa belas kasih.
“Dia j4-h4t banget, yaa Allah. Dia j4-h4t. Mereka j4-h4t! Mereka bohongi aku selama bertahun-tahun!”
Aku menggebrak meja, mencoba menahan semua rasa sesak yang menyerbu bersama kecewa, jijik, marah, dan han-cvr. Bahkan rasanya tubuhku tidak kuat menopang semuanya.
Namun pelan-pelan, kupaksa diriku duduk lagi.
"Tegakkan kepalamu, Shana! Kamu harus berdiri tegak!"
Menarik napas panjang dan membuka kembali file yang belum sempat kuam4-ti lebih dalam.
Dokumen Renata, membuatku kembali menahan napas. Membaca satu per satu informasi mulai awal lagi. Hingga tiba di sebuah keterangan yang menyatakan jika wanita itu belum mempunyai keturunan.
Aku mendelik. Dugaanku salah. Dugaan jika memang mereka menukar bayiku, itu salah.
Kupikir, aku merawat anak mereka, pasti mereka juga akan merawat anakku. Tapi ... kenapa Renata hidup sendiri? Bahkan keterangan ini menyebutkan jika Renata belum memiliki keturunan?
"Kemana mereka membawa anakku! Dimana mereka menyembunyikan anakku! Bagaimana keadaan anakku sekarang?"
Air mataku kembali mengalir, tapi kali ini bukan karena sedih. Tapi karena aku benar-benar tidak tahu lagi harus mencari anakku ke mana.
Hanya itu yang kubutuhkan sekarang! Hanya itu!
-Bersambung-
Judul: Hak Asuh
Karya: Lin Aiko
#cerbungkbm #novelonlen
Bisa dibaca selengkapnya di KB M App
https://read.kbm.id/book/detail/438c6fb5-7478-41bf-b32e-97c24acd77e5
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "Hak Asuh part 5"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker