"Elmaaaaaaa, mana makanannya?" Gelegar suara yang merontokan kotoran telinga membuatku tertawa puas.
Tak kuacuhkan panggilan dari Ibu Mertuaku dan meneruskan kegiatanku yang sedang menyikat dengan sekuat tenaga baju yang terbuat dari bahan sutra dan brokat itu.
"Elmaaa, sedang apa kamu, hah? Kamu tuli?" teriak Emak yang semakin jelas suaranya sedang menuju ke arahku.
Tap ... tap ... tap.
Suara langkah kakinya semakin mendekat, bersamaan dengan pakaiannya yang sudah selesai aku cuci, eh, sikatin sampe bersih, hingga tegel pun jadi tembus pandang.
"Mana makanannya?" bentak Ibu Mertua saat sampai dihadapanku.
"Nggak ada," jawabku santai.
"Tadi kamu menyuruhku makan, kenapa kamu nggak sediakan makanan untukku, hah?" teriaknya lagi yang semakin menjadi karena mendapat perilaku yang sangat cuek dariku.
"Ya mending aku suruh makan, dari pada asik ngegibahin aku," jawabku berlalu meninggalkannya.
Ibu sempat terdiam sesaat.
"Sejak kapan kamu nguping?" ucapnya yang mengikuti langkahku dari belakang.
"Sejak Ibu mulai menelpon-lah," jawabku yang lagi-lagi membuat darah Ibu Mertuaku mendidih.
"Kamu yah, orang tua bertanya, kamu malah jawab seenaknya! Dasar perempuan misk*n! Pantas saja kelakuannya seperti ini!" ucapnya berapi-api.
"Lebih baik dong, dari pada mencuri milik orang, seperti Ibu," jawabku.
Wajah Ibu Mertuaku memerah, eh sangat merah. Darahnya semua berkumpul di wajah.
"Beraninya kamuu!" serunya.
"Berani dong, buktinya aku nggak nyiapin makan untuk Ibu," jawabku dengan lebih santai sambil menepuk-nepuk kedua tanganku.
"Aku akan mengadukanmu pada Yasin, aku akan membuatnya menceraikanmu!" sentaknya dengan tangan yang ingin meremas wajahku.
"Laporin aja, nggak masalah," ucapku seraya kembali berlalu dari hadapan Ibu Mertuaku.
"Aarrgghh! Dasar misk*n! Memang nggak pantas jadi bagian dari kekuargaku, mand*l!" teriak Ibu yang terdengar sangat histeris.
Uwwu, deh!
--------
Seharian aku berleha-leha di atas kasur, dan tentu saja membuat Ibu Mertuaku keluarkan tanduknya.
"Heh! Cepat buatkan makanan untukku!" titahnya.
Aku berpikir sejenak.
"Nggak ah, tanganku kan sedang sakit," jawabku.
"Aku nggak peduli, aku lapar!" teriaknya.
"Sama, aku juga nggak peduli!" jawabku yang sudah berdiri dihadapan Ibu Mertuaku dan langsung menutup pintu kamar yang tadi dibukanya.
Tendangan di pintu kamar tak lagi ter-elakkan.
Sabar yah, pintu. Susah juga kalau ada pemain timnas gadungan dalam rumah kaya gini.
Saat sedang berleha-leha, kudengar deru mobil Mas Yasin masuk ke halaman.
Tumben udah pulang, pasti si nyai yang laporan.
"Elmaaa! Dimana kamu? Elmaaa!" teriakan Mas Yasin tertangkap oleh telingaku.
Aku bergegas turun dari tempat tidur dan langsung keluar kamar.
"Kenapa, Mas?" tanyaku lembut.
"Kenapa? Kamu tanya kenapa? Kenapa kamu tidak memasak makanan untuk Ibu, hah?" bentak Mas Yasin.
"Loh, tadi aku disuruh Ibu mencuci pakaiannya, pakai tangan, dan melarangku memakai mesin cuci yang kubeli, sehingga tanganku luka, perih dari siang," jawabku sambil melirik Ibu Mertuaku yang sedang tersenyum manis penuh kemenangan.
Mas Yasin terdiam sejenak.
"Tapi, Ibu kelaparan dari siang!" bentak Mas Yasin lagi.
"Loh, tadi Ayamnya kamu makan habis, terus, Mbok Na sudah pulang, dan kamu kan tau, Ibu nggak suka makananku, katanya alergi makan masakanku, kalau Ibu masuk rumah sakit, gimana?" jawabku polos, eh, sok polos.
Senyum di wajah Ibu Mertuaku mulai hilang, Guys.
"Ya ... kamu pesenin online aja," ucap Mas Yasin yang sudah memelankan suaranya.
"Aplikasiku kan eror, Ibu punya loh, kan bisa pesan sendiri," jawabku.
Mas Yasin beralih menatap ke Ibu.
"Iya Bu, kenapa nggak pesan sendiri?" tanya Mas Yasin.
Kini, mata Ibu Mertua sangat tajam melihat ke arahku, sedangkan aku, justru memeletkan lidah ke arahnya.
Marah nggak, marah nggak? Marahlah, masa enggak!
"Untuk apa punya menantu jika aku sendiri yang mengerjakan? Menantu itu, pembantu untuk mertuanya," ucap Ibu gugup.
"Ehlah dalah! Baiklah, Bu, biar aku masak sekarang," ucapku sambil menunduk penuh girang.
Terdengar helaan napas dari Mas Yasin.
"Sukurin, kalah toh, kamu," bisik Ibu saat aku melewatinya.
Aku tersenyum manis dan membalikan posisi tubuhku yang kembali mengarah untuk melewatinya.
"Addduuhh, punya mata, nggak?" teriak Ibu, karena hentakkan kakiku, tepat mengenai kakinya. Sakit dong jadinya.
Aku terus melangkah hingga sampai di hadapan Mas Yasin, dan ....
Muuach!
Aku mendaratkan ciuman ke pipinya, membuat Ibu Mertua panas tinggi.
Senyum disudut bibirku, membuatnya semakin meradang.
Sekarang, aku sedang berada di dapur, meracik bahan masakan.
Ku buat 2 bumbu berbeda, untuk makanan yang berbeda pula, lengkap dengan minumannya.
Tak berapa lama makanan pun tersaji.
"Hueeek!"
"Makanan apa ini?" teriak Ibu setelah memuntahkan makanan yang menghabiskan 5 centong gula pasir.
Mas Yasin segera melihat ke arah Ibu, sedangkan aku segera mengambil makanan untuk Ibu.
"Benar kan, Mas, Ibu memang nggak suka masakanku," ucapku yang segera membawa piring makanan Ibu seolah sedang merajuk.
Ibu Mertua tentu tak menyangka dengan apa yang terjadi. Selanjutnya, tinggal menunggu reaksi Mas Yasin, yang akan bereaksi.
Aku tahu, Ibu sedang mengatur pertemuan Mas Yasin dengan calon maduku malam ini.
Bu ... selamat menikmati.
******
Hoooooooolllllllaaaa Maaaaaaaakkk
Judul: BENDERA PERANG DENGAN IBU MERTUA
Sudah tamat di kbm app
Akun Chie_Amoy08. BAB 2
Link di kolom komentar yah
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "BENDERA PERANG DENGAN IBU MERTUA Bab 2"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker