Aku Ajak Istri Mudaku Bulan Madu

Aku Ajak Istri Mudaku Bulan Madu


 AKU AJAK ISTRI MUDAKU BULAN MADU PENUH KEMEWAHAN KE EROPA, SEMENTARA DI RUMAH ISTRI SAH HARUS JUAL BARANG UNTUK KEBUTUHAN HIDUP ANAK-ANAK. KINI SETELAH PULANG, AKU TAK PUNYA UANG. HARUS PINJAM KEMANA LAGI?


Galuh


“Ya Allah, mama.”


Kudengar suara Olivia yang menghambur ke arahku. Bingung dengan apa yang terjadi, aku memandang berkeliling. Ternyata aku jatuh juga ke lantai. Di belakang Olivia ada Siti. ART ku itu langsung mencoba mengangkat tubuhku. 


“Tiduran dulu, bu,” kata Siti sambil membantuku berjalan ke tempat tidur.


“Enggak, mbak,” kataku. “Ini ruang kerja bapak. Bantu saya keluar aja, duduk di sofa.”


Siti awalnya ragu, tapi tak membantah. “Ya, udah. Nanti kalau ibu udah duduk, saya buatkan teh manis anget.”


Aku mengangguk, sepertinya aku butuh itu. Dengan bantuan Siti, aku berjalan keluar kamar. Tiba-tiba aku teringat Olivia. Anak itu sedang berdiri di depan meja kerja ayahnya. Kedua tangannya menggenggam tiket pesawat. Matanya membesar dan mulutnya menganga.


Astagfirullah. Olivia memang baru sepuluh tahun, tapi dia sudah tau bentukan tiket pesawat karena sudah beberapa kali naik pesawat domestik dan internasional. Selain itu anak pertamaku pintar sekali, dia selalu juara satu di kelasnya. Mudah-mudahan dia belum baca nama-nama yang tertera di tiket-tiket itu.


“Kakak Oi,” kataku. “Gak boleh baca ya, nak. Tolong masukin lagi semuanya ke tas papa. Kita keluar, nak. Nanti papa marah.”


Olivia mengangguk. Perlahan dia memasukkan kedua tiket dan paspor ayahnya kembali ke dalam tas. Tapi kemudian matanya kembali membelalak. Dia mengeluarkan sebuah HP. Aku belum pernah lihat HP itu.


“Ini punya papa?” tanya Olivia pelan. “Kok kakak belom pernah lihat?”


Ya Allah, suamiku juga punya HP rahasia. Pantas saja dia gak pernah repot kalau aku buka HP nya. HP kami memang dikunci, supaya kalau hilang gak bisa dipakai orang lain. Tapi password masing-masing kami tau. Aku dan suami tak pernah mengedepankan privasi antara suami istri. Ternyata, selama ini aku dibohongi.


“Coba bawa sini, nak,” kataku pada Olivia.


Olivia menghampiri untuk memberikan HP itu. Mereknya iPhone 15 Pro Max. Hebat sekali. Yang aku tau, merek HP suamiku Samsung Galaxy S24, couplean sama aku.


Aku mencoba membuka. Butuh password. Kucoba buka dengan password HP Samsungnya, tapi gagal. Kucoba satu password lagi, masih gagal. Aku putuskan untuk berhenti mencoba. Tak ada gunanya.


“Taruh lagi di tas papa, kak,” kataku pada Olivia. Suaraku pelan, tak bertenaga.


Olivia mengangguk dan melaksanakan perintahku tanpa banyak tanya. Anak itu sepertinya paham ada yang salah di sini. Kuharap dia masih terlalu muda untuk mengerti konsep perselingkuhan, tapi dia cukup paham kalau aku sedang tidak baik-baik saja.


“Ayo, bu. Kita keluar dulu.” Kudengar Siti berkata pelan. Siti perempuan dewasa, umurnya di pertengahan 20an. Mestinya dia paham apa yang terjadi di sini. Dari caranya memandangku, aku tau kalau dia tau.


Di ruang keluarga Siti membantuku duduk di sofa. Dia lalu pamit untuk buat teh manis hangat. Kini aku bingung harus apa. Rasa hati ingin nangis, tapi gak mungkin. Davian ada di dekatku sambil sibuk main mobil-mobilan. 


Paling tidak papanya gak lupa belikan dia oleh-oleh kesenangan anak laki-lakinya itu. Tapi tunggu. Kalau kuperhatikan itu bukan mobil-mobilan baru. Kini aku benar-benar pingin nangis. Miris sekali, padahal mobil-mobilan dari Inggris pasti banyak yang bagus.


Kulihat Olivia duduk tanpa gairah di samping Davian di lantai. Pastinya banyak sekali yang berkecamuk di pikiran putriku saat ini. Oleh-oleh sudah dirapihkan di atas karpet oleh Siti. Semuanya makanan dan kerajinan tradisional yang sepertinya khas dari Kalimantan. Bagaimana bisa Mas Rakha siapkan itu dari Inggris?


“Kakak Oi mau kue yang mana, sayang?” tanyaku. Walau masih lemah kucoba pindah dari sofa untuk duduk di samping mereka. “Kita coba, yuk.”


Olivia menggelengkan kepalanya. “Besok aja, ma. Kitakan sebentar lagi makan.”


“Ya, udah,” kataku. Suaraku kubuat gembira walau kusadari tak bisa menipu anak perempuanku itu. Dia sangat sensitif.


Kini, duduk di karpet bersama kedua anakku, aku bisa lebih seksama memperhatikan oleh-oleh yang katanya dari Kalimantan itu. Semuanya generik sekali. Seakan asal ditaruh di koper sebanyak-banyaknya supaya penuh. Makanan dan kerajinan tradisionalnya gak jelas apa budaya Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, atau Papua. Yang penting Indonesia timur.


Aku lalu memperhatikan kopernya. Kenapa tidak ada stikernya? Semua koper yang masuk bagasi pesawat pasti ada stikernya. Suamiku gak pedulian pada hal yang gak menyangkut dirinya, jadi gak mungkin dia copot. Sedangkan stiker dari bandara Heathrow yang harusnya dia sembunyikan saja lupa dia copot, apalagi yang cuma dari Kalimantan.


Apa oleh-oleh ini hanya dibeli di Jakarta? Jakarta kota metropolitan, semuanya ada asal tau tempatnya. Ya Allah, apa ini akhir rumah tanggaku? Kenapa selama ini tak ada tanda-tanda. Atau memang sudah ada tanda-tanda tapi kuputuskan untuk abai?


Suamiku membawa sekretarisnya pergi lebih dari dua minggu naik pesawat kelas satu. Mereka pergi keliling Eropa. Paling tidak ada dua negara yang dikunjungi, walau aku yakin lebih lagi. Visa Schengen itu berlaku untuk banyak negara di Eropa.


Dia tak pernah membawaku karena tak ada dananya. Untuk pergi ke Australia dan Selandia Baru bulan Juli nanti, kita harus nabung dulu setahunan. Selama ini, kita baru mengunjungi negara-negara di Asia Tenggara plus Jepang. Itupun naik pesawat kelas ekonomi saja.


Tapi aku tak pernah mengeluh, bagiku rumah tanggaku sudah sempurna. Punya suami ganteng yang karirnya naik terus. Sudah menejer di usia 34 tahun di sebuah perusahaan konglomerasi besar merupakan sebuah pencapaian. Anak kami juga sudah sepasang.


Aku dan suami bukan berasal dari keluarga kaya, tapi juga tidak miskin. Ayahku pegawai negeri yang baru saja pensiun dan ibuku IRT. Mereka menikmati pola hidup sederhana dengan sebuah rumah kecil yang nyaman yang angsurannya sudah lama lunas. Di rumah orang tuaku tak ada mobil. Mereka kemana-mana naik motor. 


Almarhum papi suamiku tentara, seperti Mas Satria. Keluarga mereka sempat berpindah-pindah sebelum menetap di rumah mereka sekarang. Papi Mas Rakha meninggal tiga tahun lalu. Kini mami mertua tinggal di rumah mereka bersama Lidia dan keluarganya. 


Kalau Mas Rakha dan aku bercerai, aku harus apa? Aku gak pernah kerja. Di kampus kami, Mas Rakha kakak kelas dua tingkat. Dulu aku itu kembang kampus karena memang cantik. Kini harus kuakui Karina jauh lebih cantik.


Karena yang ngejar aku banyak, Mas Rakha ngotot ngajak aku nikah. Aku bahkan masih belum lulus kuliah, masih satu tahun lagi. Tapi Mas Rakha sudah lulus satu tahun dan sudah kerja juga. Karena dia terus maksa, ayahku izinkan. Syaratnya walau nikah, aku tetap harus tamat kuliah.


Apa yang kita bangun bersama dengan indahnya selama bertahun-tahun, apa akan hancur begitu saja? Aku menarik napas panjang, mencoba meringankan rasa sakit yang terus saja menggerogoti. Selain ngurus suami dan anak, aku bisa apa? Aku bisa masak dan jago bikin kue, apa aku harus mulai mikirin buka ketering?


Siti kembali ke ruang keluarga dengan teh manis hangat. “Diminum, bu,” katanya.


“Makasih, mbak,” jawabku. “Taruh di meja aja.”


Tapi Siti tidak meletakkan teh itu di meja. Dia malah menyodorkannya padaku. “Langsung diminum bu,” katanya rada ngotot. “Biar ibu kuat. Saya tau ibu sedang shock.”


“Mama shock kenapa, sayang?”


***


Cerita ini dapat dibaca di KBM App.

Nama Penulis : Sandy2379 (Sandra Soraya)

Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!

  • Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
  • Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
  • Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense

Belum ada Komentar untuk "Aku Ajak Istri Mudaku Bulan Madu"

Posting Komentar

Catatan Untuk Para Jejaker
  • Mohon Tinggalkan jejak sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel