TAMU GAIB
2011
"Maaf Dek, sepertinya mas akan pulang terlambat malam ini." Aku mengirim pesan ke Risa, istriku melalui SMS.
Sebenarnya aku ingin pulang cepat, tapi apa boleh buat hari ini belum juga mendapatkan penghasilan. Kerja pagi hingga sore hanya cukup untuk membayar bunga bank.
Sementara untuk makan malam ini dan besok belum ada jatahnya. Bahkan sekarang kami sekeluarga tinggal di rumah nenek karena sudah tak sanggup membayar kontrakan.
"Kalau bisa diusahakan pulang cepat Mas, anak-anak sudah kelaparan. Dari siang tadi belum makan. Apalagi nenek belum pulang, kayaknya nginep di rumahnya Mas Anwar," balas Risa.
Membaca pesan tersebut, hatiku terasa sakit. Mengambil pekerjaan sampingan sebagai tukang ojek pengkolan ternyata tidak gampang. Apalagi malam hari begini jarang ada penumpang.
"Oke, mas usahakan pulang cepat kalau sudah dapat penumpang."
Tak ada balasan lagi dari Risa. Mungkin dia kecewa atau sedang sibuk memanfaatkan bahan yang ada untuk diolah sebagai makanan. Tapi seingatku semua bahan makanan di rumah sudah habis.
"Kamu kenapa, Nar?" tanya Mas Sandi, sesama tukang ojek pengkolan.
"Begini Mas, kira-kira ada yang punya V4ng lima puluh ribu nggak ya. Kalau ada aku mau pinjam kasian anak-anak di rumah belum makan," jawabku.
"Bukannya kita nggak mau bantu Nar, tapi kamu tahu sendiri pekerjaan kita hanya tukang ojek dari pagi sampai malam. Mana punya utang bank juga. Masih mending kamu pagi sampai sore kerja di pabrik gajinya sudah pasti," terang Mas Sandi.
Tak lama berselang, Risa menghubungiku lewat sambungan telepon.
"Hallo, Mas."
"Ya halo. Dek, maafin mas, belum bisa pulang sekarang, soalnya belum dapat penumpang."
"Nggak papa Mas, santai aja. Ternyata rezki Tuhan tidak disangka-sangka, ini di rumah kita banyak tamu bawa macam-macam makanan. Ada yang bawa kelapa, bawa pisang matang dan berbagai kue hajatan," jelas Risa dengan antusias.
"Alhamdulillah, emang dari mana mereka?" tanyaku, yang kini merasa sedikit lega.
"Angklungan Dalem, entahlah mas aku nggak tahu daerah mana itu. Mereka mengantar nasi manten."
Di desa nenek setiap orang yang hendak menikah biasanya mengantarkan berbagai kueh, lauk pauk, nasi dan juga buah-buahan untuk orang yang dituakan.
"Ya sudah Mas, aku nggak enak ninggalin tamu sama anak-anak."
"Oke-oke."
Risa memutus sambungan telepon begitu saja. Meski sudah dapat banyak makanan aku harus tetap mendapatkan penumpang malam ini. Supaya punya tabungan untuk d4n4 darurat.
"Nar, kalau kamu butuh V4ng malam ini. Mending utang ke Pak Prawit, beliau menyediakan dana pinjaman receh untuk orang yang membutuhkan. Lumayan nggak ada bunganya," ujar Mas Sandi.
"Nggak jadi Mas, tadi istriku nelepon katanya baru dapat nasi manten dari desa Angklungan Dalem," jawabku.
"Apa? Angklung Dalem!" ucap Mas Sandi dan tukang ojek lainnya serempak, mereka terlihat kaget.
"Iya Mas, Angklungan Dalem."
"Kamu harus pulang sekarang Nar, jangan sampai anak dan istrimu makan makanan yang mereka bawa," ucap Mas Sandi, khawatir.
"Emang kenapa, Mas?"
"Mereka itu dari alam gaib, yang datang satu tahun sekali setiap menjelang suro. Kalau anak dan istrimu sampai makan makanan yang mereka bawa, bisa bernasib sama seperti anaknya Pak Prawit, setelah menghilang satu bulan lebih, yang bontot pulang tinggal nama. Sementara anak yang sulung menjadi ODGJ, sekarang dirawat di RSJ," jelas Mas Sandi.
Sebenarnya aku juga pernah mendengar cerita tersebut, tapi kukira hanya mitos yang populer di masyarakat.
Beberapa kali aku mengengkol motor tapi tak kunjung menyala. Kenapa harus rewel di saat genting seperti ini?
"Ayo Nar, cepat naik." Mas Sandi mengajukan diri memberi tumpangan.
"Tapi Mas, sampean juga belum dapat penumpang malam ini. Nanti Mbak Sisri marah lagi seperti kemarin."
"Masalah istriku itu urusan belakangan, sekarang yang terpenting keluargamu, Nar. Cepat naik sebelum terlambat!"
Begitu aku naik, Mas Sandi langsung tancap gas. Melewati jalanan yang ramai sampai ke jalanan yang sepi menuju gerbang desa tempatku tinggal sekarang.
Sementara Risa beberapa kali kuhubungi melalui sambungan telepon tak kunjung ada jawaban.
Rumah-rumah warga pintunya tertutup rapat. Di setiap teras ada janur kuning melengkung dengan berbagai sesaji.
"Mas, janur kuning dan sesaji itu untuk apa? Kenapa aku baru melihatnya?"
"Itu untuk mengecoh tamu dari alam gaib. Supaya mereka mengira sudah didatangi karena ada janur kuningnya," jelas Mas Sandi.
Sesampainya di rumah. Ada janur kuning melengkung di depan teras padahal aku tidak pernah memasang janur tersebut.
"Dek, Risa!" panggilku sembari masuk rumah. Sementara Mas Sandi menunggu di luar.
Tak ada jawaban, anak-anak juga tak ada di kamarnya. Dengan panik aku mengecek setiap ruangan
"Kamu pulang, Mas." Risa muncul dari pintu belakang mengenakan kebaya hijau.
"Dari mana kamu, di mana anak-anak?"
"Duduk dulu Mas, kita ngobrol sambil makan kue hajatan." Risa menunjuk berbagai kue yang ada di meja dapur.
"Jawab dulu, di mana anak-anak?" desakku.
Risa tersenyum. "Anak-anak ada di tempat yang aman, coba dicicip dulu kuenya, Mas."
Tiba-tiba, terdengar sesuatu menggelinding dari kolong meja, reflek pandanganku tertuju ke bawah, terlihat kaki Risa mengambang tidak menyentuh lantai.
"Nar, cepat keluar!" teriak Mas Sandi dari balik jendela kaca berukuran 50x70 cm dekat wastafel.
Bersambung ...
Di KBM App sudah tamat
Akun KBM App: Digie_12
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "TAMU GAIB"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker