"Aku gak mau kue dari Ayah lagi," ucap Reiner menangis sesenggukan.
Aku segera memeluk putraku, ikut merasakan kesedihannya, dia tidak pernah minta apapun pada ayahnya, baru ini dia minta kue. Katanya setelah makan kue dari ayah, dia akan melepas ayah sepenuhnya.
Dia sadar bahwa ayahnya tidak akan pernah menganggap dia sebagai an ak, dia sering melamun sejak ayahnya pulang membawa Bima.
Awalnya kupikir dia sedih karena kamarnya dipakai Bima, aku sampai berdebat dengan Erwin minta kamar Reiner dikembalikan. Tapi Reiner menghentikanku.
"Aku gak sedih karena kamar," ucap Reiner ketika itu. Dia melihat ayahnya menggandeng tangan Bima dan melindunginya.
Saat itu aku sadar, Reiner bukan sedih karena ka m ar, tapi Reiner sedih karena ayahnya melindungi an ak lain. Perlakuan yang tidak pernah Reiner dapatkan seumur hidupnya.
"Ada apa ini?"
Suara Erwin membuatku berdiri, melihatnya yang bergandengan tangan dengan janda itu.
"Dia ngrebut kueku, Pa!" Bima menunjuk Reiner.
Erwin segera menarik Reiner dengan kasar, men4mparnya hingga tersvngkur. Orang-orang yang berada di dalam keluar setelah mendengar teri4kanku.
"Dasar a n ak gak tahu diuntung, sudah diberi kue masih ngrebut kue milik Bima."
"Ayah, aku gak ngrebut kue--"
"Ayah? Kamu berani panggil Ayah?" tanya Erwin marah.
Di hadapan orang lain, Reiner selalu dilarang memanggil ayah.
"Tu-tuan." Reiner mengulangi panggilannya.
"Kamu memang bera-ndalan, apa ibumu yang mengajarimu jadi perebut, hah?!" Bentak Erwin lagi. Dia mengangkat tangan hendak memv-kul Reiner lagi, tapi aku segera menghalanginya. Menatapnya penuh kemarahan.
"Reiner anak kandungmu, apa kamu buta sampai memvkul anak kandung sendiri demi an ak orang lain?!" Teri4kku, tak peduli banyak orang yang mendengar.
Orang-orang berbisik, di pesta ini Erwin diperkenalkan sebagai ayahnya Bima dan suami Krista. Semua tamu undangan adalah teman-teman Krista. Tentu dia panik dan langsung menggandeng Erwin.
"Tolong hentikan dia, jangan sampai orang-orang tahu, kalau gak Bima bisa dikv-cilkan teman-temannya." Krista memelas.
Mendengar ucapan Krista, Erwin tampak marah, dia langsung men4mparku hingga tubuhku terhuyung.
"Anakku itu Bima!" Bentak Erwin supaya didengar semua orang.
"Lalu aku, menurutmu siapa aku? Apa aku bukan istrimu?" tanyaku tanpa peduli bibirku yang pecah.
"Kamu bukan istriku, kamu itu cuma pembantu."
Erwin menarikku mendekat lalu berbisik.
"Kamu bisa kehilangan semua kemewahan yang aku berikan kalau gak berhenti bikin ulah, apa kamu gak bisa pura-pura jadi pembantu sebentar aja? Bukankah aku sudah bilang kalau aku harus bantu Krista dan Bima hari ini."
Kemewahan mana yang dia maksud, aku segera melepaskan tangannya. Mundur beberapa langkah supaya bisa dilihat semua orang. Kami akan pergi, jadi aku tidak peduli apapun lagi.
"Kamu rela pukvl anak kandungmu dan gak mengakuiku sebagai istri cuma karena janda itu, kamu bener-bener keterlaluan!"
Aku bisa tahan disakiti, tapi Reiner ... dia terlalu kecil untuk dipvkul ayahnya.
Erwin terlihat panik, dia langsung mengangkat tangan lagi, melayangkan tamp4ran sampai aku tersungkur hingga mengenai pot bunga.
"Hentikan omong kosongmu! Kamu bukan istriku, pergi kamu dari rumah ini, kamu saya pecat!"
Reiner memelukku sembari menangis. "Kami bakal pergi, Yah. Tolong jangan pukvl Ibu lagi."
Reiner sangat ketakutan, dia menangis sembari memelukku. Aku segera menenangkannya. "Ibu gak papa, jangan nangis."
"Ayo pergi, Bu. Nanti Ibu dipulvkul Ayah lagi." Reiner menarik tanganku, bisa aku rasakan tub uhnya gemetar.
Tas ransel usang kami dilempar, aku mengambilnya dan menggandeng Reiner pergi.
Aku menggenggam tangan Reiner erat, melangkah tanpa menoleh ke belakang. Erwin pasti senang karena an ak dan istri yang dia benci pergi. Kini tak ada yang menghalanginya menikah dengan Krista.
Aku menghentikan angkot, pergi ke alamat yang berikan Nyonya Royal Group. Sekarang sudah malam, semoga dia masih mau menerima kami.
Di angkot, Erwin mengirim pesan.
"Aku menyuruh orang membuka pintu belakang," ucapnya di pesan.
Apa dia pikir kami hanya pura-pura pergi?
"Bu ..." panggil Reiner, aku segera menoleh. Dia memegang bibirku yang berdarah dan dahiku yang lecet.
"Sakit ya, Bu?" tanya Reiner. Dia meniup lukaku, padahal bajunya sendiri sobek sana sini, baju paling bagus yang dia miliki.
"Nggak sakit, ke depannya kita gak akan disakiti Ayah lagi."
Reiner mengangguk. "Maaf ya, Bu."
"Kenapa minta maaf?"
Dia memperlihatkan baju kemejanya yang sobek. "Bajunya sobek."
Dari ba yi Reiner selalu mendapat baju bekas dari rumah majikan sebelah yang punya an ak dua tahun lebih tua dari Reiner. Aku menerima kebaikan mereka selama bertahun-tahun. Reiner hampir tidak pernah beli baju baru.
"Setelah Ibu gajian, Ibu akan belikan kamu baju baru. Sekarang hutang Ibu sudah lunas dan g a ji ibu juga naik. Hidup kita akan lebih baik."
Reiner terlihat senang mendengarnya. Dia memelukku lagi.
Erwin mengirim pesan.
"Jangan keras kepala dan cepat kembali, Reiner akan kesulitan kalau kamu ngambek gak jelas. Reiner beda dari kamu, dia sudah terbiasa hidup enak sejak b a yi."
Ntah hidup enak apa yang dimaksud Erwin? Apa dia sedang berkhayal me na fkahi kami?
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App.
Judul : Pewaris dan Ahli Waris
Author : Ka_Umay8
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "Pewaris dan Ahli Waris"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker