KEJUTAN KETIGA: PEMBEKUAN ASET DAN REKENING UNTUK SUAMI MISKINKU.
PART 6
Malam ini, aku memutuskan untuk pulang ke rumah peninggalan Papa. Langkahku terasa berat, bukan karena ragu, tapi karena hatiku masih sesak oleh pengkhianatan yang kutelan mentah-mentah. Aku yakin di rumah sana, Adam, Anggita, dan ibu mertua sedang tersenyum puas, merasa telah menang.
Dari kejauhan, pintu gerbang terbuka. Paman Harsa berdiri di sana, wajahnya tampak kaget melihatku kembali ke rumah ini. Sudah lama sekali aku tidak menginjakkan kaki di tempat yang seharusnya menjadi pelindungku.
"Kamu pulang, Nak?" Suara Paman lirih, seolah menyadari ada sesuatu yang sangat salah.
Aku mengangguk pelan. Sejak Papa meninggal, rumah ini terasa kosong. Dulu, aku hanya diizinkan menginap selama tujuh hari setelah kepergian Papa. Setelah itu, Adam menjemputku dengan alasan tak ingin berpisah terlalu lama. Aku bodoh. Aku pikir itu karena Adam terlalu menyayangiku, tak ingin aku larut dalam kesedihan.
Nyatanya, dia menjemputku bukan karena rindu. Tapi karena di rumah itu, ada ibu dan adiknya yang tak ingin mengerjakan tugas rumah tangga. Aku harus segera sadar. Aku bukan istri, aku adalah pembantu mereka yang dibungkus dengan kata ‘menantu’.
Paman menatapku lama, lalu menghela napas berat. "Arumi… apa yang membuatmu pulang?"
Aku menunduk, hatiku tercekat. Mengatakan ini bukan perkara mudah, tapi aku harus jujur.
"Om… Adam mengkhianatiku," suaraku nyaris berbisik. Tapi cukup untuk membuat mata Paman membelalak. Rahangnya mengeras, ada amarah yang jelas terbaca dari wajahnya.
"Apa yang dia lakukan?" tanyanya tegas.
"Dia menikah lagi, Om. Diam-diam. Perempuan itu sekarang tinggal di rumahku. Dan aku yang disuruh keluar," suaraku bergetar, tapi aku tidak menangis. Aku sudah cukup menangis. Sekarang saatnya aku berdiri dan merebut hakku kembali.
Paman Harsa mengepalkan tangannya. "Kurang ajar! Lalu… kamu ingin melakukan apa, Arumi?"
Aku menarik napas panjang, berusaha menenangkan emosi yang berkecamuk di dadaku. "Aku ingin mengambil kembali semua yang menjadi hakku, Om. Aku sudah cukup bersabar. Besok, aku akan ke bank. Semua kartu dan fasilitas yang selama ini Adam nikmati akan segera aku bekukan."
Paman mengangguk mantap. "Baik. Om akan ikut denganmu. Kita harus pastikan dia tidak bisa lagi menggunakan sepeser pun uangmu!"
---
Pagi itu, aku mengenakan setelan formal. Bukan lagi daster atau pakaian rumah yang kusam. Aku ingin terlihat seperti diriku yang dulu—wanita mandiri, tangguh, dan berhak atas semua yang kumiliki. Bersama Om Harsa dan Alex, kami melangkah ke bank dengan kepala tegak.
Ketika sampai di sana, manajer bank menyambut kami dengan hormat. Aku langsung menyatakan niatku. "Saya ingin membekukan semua kartu kredit dan akses rekening atas nama Adam Wiranata yang terkait dengan akun saya," ucapku tegas.
Manajer itu tampak kaget. "Ibu Arumi… ini keputusan yang besar. Apakah ada masalah?"
Aku menatapnya dingin. "Saya tidak perlu menjelaskan masalah pribadi saya. Saya hanya ingin menonaktifkan aksesnya sekarang juga. Bisa?"
Manajer itu menelan ludah, lalu mengangguk. "Baik, Bu. Kami akan segera memprosesnya."
Aku menyaksikan sendiri ketika akun yang selama ini Adam gunakan, satu per satu dibekukan. Tidak ada lagi transaksi, tidak ada lagi akses. Aku bisa membayangkan wajahnya yang akan berubah panik ketika dia menyadari kartu-kartu yang biasa dia gesek tak lagi berfungsi.
Saat proses hampir selesai, Alex menerima telepon. Dia menyeringai kecil sebelum berbisik padaku, "Adam mencoba menggunakan kartunya di restoran hotel mewah. Ditolak."
Aku tersenyum tipis. Ini baru permulaan. Adam pasti mulai kalang kabut.
---
Sore itu, aku menerima telepon dari Adam.
"Arumi! Apa yang kamu lakukan?!" suaranya terdengar putus asa di seberang sana.
"Apa maksudmu, Mas?" Aku pura-pura tidak mengerti.
"Kartu kreditku ditolak! Aku tidak bisa bayar hotel, tidak bisa transaksi apa pun! Ini kerjaan kamu, kan?"
Aku tertawa kecil. "Oh… jadi sekarang kamu tahu rasanya kehilangan sesuatu yang biasa kamu nikmati? Maaf, Mas. Aku hanya mengambil kembali apa yang menjadi hakku."
"Arumi, tolong! Aku butuh uang! Aku—"
"Mas, aku bukan istrimu lagi, kan?" Aku memotong dingin. "Sekarang kamu punya Anggita. Coba minta uang darinya."
Adam terdiam. Lalu aku mendengar suara Anggita di latar belakang.
"Mas, kenapa kartu kredit kita nggak bisa dipakai?"
Aku tersenyum sinis. "Selamat menikmati kehidupan baru kalian, Mas."
Klik. Aku menutup telepon.
Aku tahu ini baru permulaan. Masih ada kejutan-kejutan lain yang akan segera mereka terima.
Aku duduk di ruang kerja rumah peninggalan Papa, menatap layar laptop dengan tenang. Sementara di sisi lain, Adam dan Anggita pasti sedang kelabakan. Aku bisa membayangkan wajah mereka yang bingung saat kartu-kartu yang biasa mereka gesek tidak lagi berfungsi.
Aku menghela napas. Ini baru awal.
Tak lama, teleponku berdering lagi. Aku melihat nama Adam di layar, tapi aku hanya tersenyum kecil sebelum mengabaikannya. Lalu, telepon Om Harsa bergetar. Kali ini dari ibu mertuaku. Aku mengisyaratkan agar Om membiarkan saja.
"Sepertinya mereka mulai panik," komentar Alex, menyeringai puas.
Aku mengangguk pelan. "Biar mereka merasakan sedikit apa yang aku rasakan selama ini."
Aku mengamati layar laptop, membaca laporan transaksi terbaru dari Alex. Aku bisa melihat jejak keuangan Adam yang kosong. Semua aset yang selama ini dia anggap miliknya kini hanya tinggal nama.
"Adam baru saja mencoba menarik uang tunai di ATM, tapi gagal," kata Alex sambil terkekeh.
Aku tersenyum tipis. "Bagus. Biar dia tahu bagaimana rasanya kehilangan sesuatu dalam sekejap."
Om Harsa menatapku dengan bangga. "Kamu luar biasa, Arumi. Kamu tahu kapan harus melawan."
Aku mengangguk. Aku tidak akan berhenti di sini. Masih ada kejutan berikutnya yang menanti Adam dan Anggita. Ini baru permulaan.
Next.
Tamat di KBM Aplikasi
Judul: Oleh-Oleh dari Suamiku
Penulis: Titik Triana
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "Oleh-Oleh dari Suamiku"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker