“Loh, katanya mau beli buah, Neng? Kok malah ke toko emas?” tanya Ibu, raut wajahnya terlihat bingung.
“Lihat-lihat dulu sebentar, Bu. Ayo.” Wanita berwajah lembut itu nampak ragu saat aku menarik tangannya agar ikut melangkahkan kaki ke dalam toko perhiasan.
“Eh, Bu Zainab.” Aku langsung menoleh pada wanita yang berpakaian serba merah itu, penampilannya mencolok sekali, seolah ingin menandakan jika dirinya orang berstatus sosial tinggi.
Sedangkan Ibu hanya menganggukkan kepalanya dengan sopan.
“Mau beli emas, Bu?” tanyanya lagi.
“Ini, mau antar menantu saja, Bu.”
“Oh ... kirain. Soalnya tumben Bu Zainab ke toko emas.” Aku hanya bisa menghela napas, merasa bingung saja, kenapa setiap melangkahkan kaki bersama Ibu, kami selalu bertemu dengan orang yang begitu menyebalkan.
“Teh, boleh lihat kalung yang itu?” ucapku pada seorang pelayan, namun dia tak menanggapi, dia malah meladeni Ibu berpakaian serba merah itu, padahal datang lebih awal.
Aku menghela napas lagi. Apa orang-orang di kampung sini hanya meladeni manusia yang berpakaian mewah saja? Heran, sangat heran.
“Loh, kok yang didahuluin malah si Ibunya? Kan kami datang lebih awal?” ucapku kesal, membuat si pembeli dan pelayan langsung menoleh.
“Kalung yang itu mahal, Teh,” ucap si pelayan ketus.
“Memangnya kenapa kalau mahal? Saya ke sini mau beli, bukan mau minta!” kataku tak bisa menahan emosi, Ibu mertuaku langsung mengelus lengan atas ini.
“Kalung itu memang mahal, Neng. Ibu saja belum bisa beli, apa lagi Neng sama mertua Neng.” Ibu berpakaian serba merah itu menimpali. Sombong sekali dia. Bahkan pelayan tersebut ikut terkekeh mendengar sahutan pelayan songong itu.
“Ya berapa? Sebutin dong harganya.”
“Sepuluh juta tiga ratus dua puluh dua ribu,” jawab si pelayan dengan wajah malas.
“Bisa via transfer? Soalnya saya cuma bawa uang cash dua juta.” Raut wajah keduanya langsung berubah.
“B-bisa, Teh. Bisa,” ucapnya, seketika dia mendadak ramah.
“Ini nomor rekeningnya, Teh.” Seraya memasang wajah judes aku menarik kertas bertuliskan beberapa angka.
“Sepuluh juta tiga ratus dua puluh dua ribu. Done!” Kedua wanita jelmaan ibl1s itu hanya terpaku saat aku memperlihatkan bukti transfer.
“Kok malah bengong? Sini kalungnya!” ucapku kesal.
“O-oh, iya.” Wanita yang wajahnya dipenuhi jerawat batu itu langsung mengambil kalung tersebut, lalu memberikannya padaku.
Dengan cepat aku membuka sedikit jilbab Ibu agar lehernya kelihatan.
“Neng ....” panggil Ibu seolah tak ingin aku memakaikan kalung ini padanya. Namun aku tak mendengar, terus saja melakukan hal yang kuinginkan agar orang-orang yang selalu merendahkannya berhenti berbuat demikian.
“Terima kasih, Teh,” ujar pelayan tersebut dengan wajah ramah dan semringah.
“Lain kali jangan suka beda-bedain orang ya, Teh. Takut rezekinya seret,” ucapku. Dia hanya mengangguk seraya meminta maaf, sedangkan Ibu berpakaian merah di samping kami tetap mematung bak orang kena serangan jantung.
Judul : Mertuaku Miskin
Penulis : Azu Ra
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "Mertuaku Miskin"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker