DICAMPAKKAN SUAMI, DIRATUKAN IBU MERTUA
Part 5
"M-mama serius dengan ini?" Aku menatap ke arah Bu Hasna dengan mata berkaca-kaca, antara terharu dan rasa tak percaya.
"Kapan Mama pernah bercanda tentang masalah seperti ini?" jawab Bu Hasna sembari tersenyum. "Mama bersalah padamu karena tidak melakukan ini dari tiga tahun yang lalu."
"T-tapi, Ma ... ini terlalu ....," aku tak bisa meneruskan kata-kata. Air mataku meluncur begitu saja.
Kuliah, rasanya hal itu bagaikan mimpi. Aku yang memang berasal dari keluarga tak punya, memikirkannya pun tak berani. Tapi sekarang, aku bisa mewujudkan impianku dengan tak kusangka-sangka.
"Sudah Mama bilang, jangan pernah menangis lagi." Bu Hasna seketika mengusap wajahku.
"Ini karena aku bahagia, Ma," jawabku tanpa bisa menghentikan air mataku.
"Lihat itu, kedua mata kamu jadi sembab gini." Bu Hasna menyentil pelan hidungku.
"Pak supir, kita mampir dulu ke salon biasa, ya?" ucapnya kemudian pada Pak Tono, supir keluarga kami.
"Siap, Nyonya."
"Tapi, Ma. Aku belum masak untuk makan malam," sahutku.
"Halah, kita makan di luar saja. Sudah lama kita tidak makan berdua saja, kan?"
Akhirnya aku hanya bisa menurut. Mobil berjalan perlahan meninggalkan area gedung pengadilan yang menjadi saksi perceraianku dengan Mas Reza. Setelah ini, aku harus bersiap untuk hidupku yang baru, meskipun setiap hari masih harus bertemu dengannya.
.
.
.
"Astaga, Anis! Kenapa tidak membangunkan ku?!"
Aku yang sedang sarapan berdua dengan Bu Hasna seketika menoleh. Tampak Mas Reza dengan setelan baru bangun tidurnya itu terlihat panik. Penampilannya acak-acakan, dan di tangannya tertenteng kemeja kusut.
Setelah resmi berpisah, aku segera memindahkan barang-barangku dari kamar Mas Reza ke kamarku sendiri yang berada di samping kamar Bu Hasna.
Kami juga belum bertemu sejak dari pengadilan agama kemarin. Hampir seharian Bu Hasna mengajakku perawatan di salon, dan setelahnya kami berbelanja untuk kebutuhan kuliah, lalu setelahnya kami makan malam berdua.
Saat pulang pun kami tidak menjumpai Mas Reza di rumah. Mungkin dia juga menghabiskan waktu bersama Rara, merayakan perceraian kami.
"Apa-apaan sih kamu ini, Reza? Pagi-pagi sudah teriak-teriak nggak jelas!" sahut Bu Hasna sambil melotot ke arah putranya.
"Hari ini aku ada meeting dengan klien penting, Ma! Bisa-bisanya Anis tidak membangunkanku!" ucap Mas Reza lagi, menatapku dengan pandangan gusar.
"Loh, apa hubungannya dengan Anis?"
"Aku jadi kesiangan karena dia tidak membangunkanku. Dan lihat ini! Kemejaku juga belum disetrika!"
"Kamu lupa kalau Anis sudah bukan istrimu lagi?!"
Mas Reza seketika tersentak, kemudian terdiam sesaat, sepertinya baru menyadari apa yang sudah terjadi. Sejenak kemudian dia terlihat salah tingkah, dan mulai menggaruk kepalanya yang mungkin tidak gatal.
"Kalau begitu aku sarapan dulu saja!" ucapnya kemudian dengan wajah kesal, lalu duduk di depan kami.
"Mana kopiku? Sarapanku?" tanyanya kemudian sambil menatapku dan Bu Hasna bergantian.
"Ya siapkan sendiri, dong! Sekarang kamu sudah tidak punya istri," jawab Mama.
Wajah Mas Reza semakin terlihat kesal. Dia kemudian menatapku, sedikit melotot seperti memberikan isyarat padaku agar membantunya. Aku menarik napas panjang, lalu ingin beranjak dari tempat duduk. Namun Bu Hasna dengan cepat menghentikanku.
"Kamu mau ke mana, Anis? Hari ini kamu tidak boleh terlambat. Cepat habiskan sarapanmu!" titah Mama.
"Aku cuma mau secangkir kopi, Ma," sahut Mas Reza.
"Tidak bisa! Kemarin Anis baru saja manicure dengan Mama. Mama gak mau tangan Anis jadi kasar lagi!"
"Manicure? Sejak kapan Anis jadi suka ke salon ...?" Mas Reza menghentikan ucapannya, lalu menatapku setengah melotot.
Tampaknya dia baru menyadari penampilanku pagi ini. Aku yang biasanya memakai jilbab instan, sekarang mencoba memakai jilbab yang lebih modern. Aku tak lagi mengenakan daster dan dress yang selama ini jadi pakaian ternyamanku selama jadi ibu rumah tangga.
Bu Hasna tak main-main ingin mengubah penampilanku. Wajahku juga terasa jauh lebih segar dengan make up tipis. Aku benar-benar seperti punya nyawa baru.
"Mau kemana kamu dengan penampilan seperti itu?" tanya Mas Reza kemudian, masih melongo sambil menatapku.
"Mulai hari ini aku akan kuliah, Mas," jawabku.
"Kuliah?" Mas Reza semakin terlihat kaget.
"Kenapa ekspresi wajahmu seperti itu, Reza?" Bu Hasna menyahut. "Kamu kaget Anis berubah cantik, atau kaget dia kuliah?"
"B-bukan begitu, Ma." Mas Reza seketika gelagapan. "Tapi dia itu kan .... Maksudku ... apa bisa?"
"Kenapa tidak bisa? Dia itu lulusan terbaik di sekolahnya dulu, dan banyak prestasi yang sudah dia raih," jawab Mama.
"Tapi, Ma ...."
"Sudahlah, Reza! Pokoknya mulai sekarang kebutuhanmu kamu yang menyiapkan sendiri! Jangan pernah lagi menyuruh-nyuruh Anis! Anis harus fokus kuliah sekarang!"
Mas Reza seketika mengacak rambutnya mendengar ucapan Mama.
"Bik Lastri dan Bik Diah kapan baliknya sih?" gerutunya, terlihat benar-benar kesal.
Aku sejak tadi menatap geli setengah kasihan pada Mas Reza. Selama ini memang aku yang menyiapkan semua keperluannya, jadi wajar jika pagi-pagi dia sepanik itu. Tapi balik lagi, aku sudah bukan istri Mas Reza lagi.
"Kalau begitu aku berangkat dulu, Ma," ucapku kemudian sambil beranjak dari tempat duduk.
Kuraih tangan Bu Hasna dan menciumnya. Bu Hasna mengelus kepalaku dengan lembut.
"Baiklah, belajar baik-baik. Biar Pak Tono yang mengantarmu," jawab Bu Hasna sembari tersenyum.
Aku mengangguk sembari tersenyum, lalu mengambil tas dan mulai meninggalkan mereka berdua di meja makan. Aku masih bisa merasakan tatapan Mas Reza mengekoriku sampai beberapa saat.
"Mama mau balas dendam padaku?"
Masih bisa kudengar Mas Reza bicara pada Mamanya.
"Apa maksudmu, Reza?"
"Mama sengaja mengubah penampilan Anis dan memintanya kuliah agar tidak kalah sama Rara kan, Ma?"
"Jangan sembarangan bicara kamu, Reza. Tanpa berdandan dan kuliah pun, Anis tidak akan bisa kamu bandingkan dengan wanita murahan itu!"
"Mama tidak usah menyangkal! Pokoknya aku tidak akan memaafkan Mama kalau nanti Rara sampai sakit hati dengan ulah Mama!"
"Kamu ini kenapa? Secara gak langsung kamu juga mengakui kalau Anis jauh lebih cantik dari wanita itu, kan?"
"Ma!"
"Sudahlah, akui saja itu Reza. Mama yakin cepat atau lambat kamu akan menyesali semua keputusanmu!"
"Gak akan, Ma!"
Aku menarik napas panjang, lalu mempercepat langkah agar tidak mendengar perdebatan mereka lebih jauh. Meskipun jauh dari dalam hati, aku merasa tidak enak karena sudah menjadi penyebab hubungan antara ibu dan anak itu merenggang.
Entahlah, aku hanya bisa menjalani apa yang sudah menjadi takdirku saat ini. Akupun tahu diri, dan berjanji jika semua ini tak ingin kudapatkan secara gratis.
Aku janji, Ma. Begitu aku sukses, akan kubalas semua perbuatan baik Mama padaku. Aku janji!
.
.
TAYANG LEBIH CEPAT DI KBM APP
Li--nk ada di pro--fil Author
Judul : DICAMPAKKAN SUAMI DIRATUKAN IBU MERTUA
Author : Ariesa Yudistira
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "DICAMPAKKAN SUAMI, DIRATUKAN IBU MERTUA part 5"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker