Menikah dengan siluman

Menikah dengan siluman


Suamiku ingin melunasi ut4ng dan menjadi kaya dengan cara menvmbalkanku. Resiko terburuk adalah kem4tianku. Tapi, yang terjadi malah .... (7)

Peristiwa semalam ternyata berbuntut pada kesehatan Ali. Suhu tubuh lelaki berkumis tipis itu panas. Ina sudah membalurkan parutan jahe dan temulawak di kening suaminya, tetapi sampai pagi menjelang, demam Ali tak kunjung membaik.

Panji gesit menawarkan bantuannya untuk memanggil mantri kampung. Dahlia berdiri di belakang Panji. Dia takut Ali akan mengatakan sesuatu saat kesadarannya pulih.

Dahlia menyaksikan sendiri saat Ali mulai siuman. Tanpa sadar Dahlia menarik baju Panji.

"Kang?" Ina lebih mendekatkan posisi duduknya. "Sudah baikan?"

Tatapan Ali lurus, menerawang entah ke mana. Jantung Dahlia sudah bertalu-talu saat wajah kakak iparnya mulai menampakkan ekspresi.

"Aku kenapa, Na?" Ali malah terlihat bingung. Begitu terbangun dia malah cuek saja.

"Lah? Semalam Akang lari dari luar, nyusup ke selimut sambil gemetaran." Ina berusaha mengingatkan. Namun, Ali malah makin kebingungan.

"Aku tidak ingat apa pun, Na."

Tarikan Dahlia pada baju Panji mengendur. Setidaknya dia lega karena Ali tidak kenapa-napa dan tak mengingat apa-apa.

"Masuk angin, mungkin, Na," ucap Nurdin.

Ina mencoba menerima ucapan Nurdin meski gelagat Panji semalam memang mencurigakan.

"Kalau Kang Ali sudah baikan, saya dan Dahlia pamit, ya, Teh? Pak?" Panji meminta izin. Dengan alasan tidak bisa terlalu lama meninggalkan lapaknya di pasar, Panji membawa istrinya pulang.

"Sering-seringlah berkunjung ke sini," pesan Nurdin.

Dahlia mengangguk. Sebelum menikah dengan  Panji, Dahlia sangat dekat dengan bapaknya. Ada jurang tak kasat mata setelah wanita itu lebih tunduk pada rayuan Panji daripada nasihat bapaknya.

Dari rumah Dahlia, Panji menenteng keresek pemberian Ina. Katanya hanya kue kering sebagai cinderamata.

"Tuh, kan, Ya, kalau kita beli motor, kita tidak perlu jalan kaki seperti ini." Panji mulai membahas keinginannya untuk membeli motor. Dengan wajah cerah dia menceritakan tentang motor impia yang selama ini diidamkannya. "Bayangin, Ya. Nanti Akanh boncengin kamu ke mana pun kamu mau. Kamu di belakang meluk Akang. Romantis, kan, Ya?"

Dahlia tertawa, refleks. Dahulu, sikap konyol Panji yang membuatnya tertarik dan jatuh cinta.

Panji bisa bernapas lega untuk sementara ini. Dahlia pernah jatuh cinta kepadanya. Maka, untuk makin mengikatnya, itu bukan perkara sulit.

Selama menunggu angkot, Panji berusaha mengingatkan Dahlia akan masa-masa romantis mereka. Dia tak tahu, seraut wajah menahan amarah tengah memantaunya.

*

Panji menunaikan hasratnya untuk memiliki motor. Saat pergi memancing dan bertemu dengan kawan-kawannya, lelaki itu iseng mengutarakan keinginannya.

"Motor yang paling murah berapa, ya, kira-kira?"  tanya Panji.

Seno yang memancing di sebelah Panji pun segera menyahut. "Wah, lagi banyak uang, ya, Ji?"

Panji menepis dugaan Seno dengan tangannya. "Tidak juga. Aku kemarin bawa Dahlia ke kampung halamannya. Kalau naek angkot itu harus tiga kali kami naiknya."

Seno mendengarkan cerita Panji sambil berpikir. Ada kerabatnya yang kebetulan ingin menjual motor.

"Bapaknya Dahlia memberi tambahan untuk beli motor," jelas Panji. Tentu saja itu hanya kebohongan demi menutupi keadaan yang sebenarnya.

"Ada saudaraku mau jual motornya kalau tidak salah, Ji."

Panji semringah. "Yang benar kamu, No? Tapi, jangan yang mahal-mahal."

"Itu bisa diatur. Kamu lihat dulu kondisinya."

Panji mengacungkan jempolnya. Dia batal memancing, malah bersemangat menuju rumah saudara Seno.

Panji terpukau melihat motor trail di hadapannya. Lalu, matanya makin terbelalak saat melihat pemilik motor itu. Refleks dia bersiul.

"Akang yang mau beli motor suami saya?"

Panji menelan ludah susah payah. Wanita di hadapannya itu memakai kaus jenis singlet ketat berwarna merah. Rok pendeknya pun ketat menunjukkan liuk tubuhnya.

"Oh, punya suami Neng, ya?" tanya Panji.

"Iya. Sepupuku lagi butuh uang. Terpaksa jual motor saja," sahut Seno. "Ini istrinya. Namanya Poni. Sepupuku masih nandur."

Panji menatap motor dan istri sepupu Seno bergantian. "Masih mulus, ya?"

"Jarang dipakai." Poni menjawab.

Seno menatap pada Panji dan Poni bergantian. Ada kekehan sekilas dari bibirnya.

"Tapi, kalau harga seperti yang diminta Seno, Akang belum punya."

Poni sempat melirik pada Seno yang seketika mengernyit.

"Tidak apa-apa, Kang. Separuhnya dulu juga tidak apa-apa," ucap Poni.

Bermula dari rasa ketidak-enakan Panji, lelaki itu akhirnya setuju untuk membeli motor bekas Poni tanpa persetujuan Dahlia. Sepanjang jalan Panji memikirkan bujukan seperti apa yang harus dikeluarkannya agar Dahlia tidak marah.

"Hei, Panji!" teriak warga saat berpapasan dengan Panji yang mengendarai motor trail. "Sudah kaya sekarang, ya, punya motor."

Panji terkekeh sambil membalas lambaian tangan teman-temannya. Dahlia pun pasti akan bereaksi sama seperti teman-temannya.

*

"Akang beli motor?" Dahlia ternyata tidak suka atas keputusan Panji.

Panji sempat menunduk. "Ya ... bagaimana, Ya? Sepupu Seno butuh uang untuk pengobatan anaknya dan bayar utang."

Panji berhasil. Dahlia yang awalnya kesal pun berubah haluan seketika.

"Akang ke sini mau ambil uangnya. Tapi kalau kamu tidak setuju, Akang akan batalin." Panji gentar saat mengatakan itu. Dia takut Dahlia tak tersentuh.

"Ya sudah, Kang. Semoga tidak ada yang menyimpang seperti kita demi melunasi utang," ucap Dahlia akhirnya.

Panji bersorak dalam hati. Dia akan segera menemui Poni untuk menyerahkan uang itu. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Motor terbeli, Panji pun bisa bertemu Poni.

*

Dahlia mondar-mandir di depan teras rumah. Sampai pukul 20.00 Panji belum pulang juga. Bagaimana jika suaminya itu kecelakaan?

Dahlia resah. Dia memutuskan untuk mencari Panji, tetapi langkahnya langsung terhenti begitu menyadari kehadiran Raden Laga.

"Tidak perlu mencari suamimu," ucap Raden Laga yang membelakangi Dahlia.

"Kenapa? Raden tidak mencelakakannya, bukan?"

Raden Laga tersenyum kecut. Setelah Dahlia mencurigai pertolongannya dari niat jahat Ali, sekarang wanita itu kembali mencurigainya.

Raden Laga kemudian menghilang bersamaan kedatangan Panji. Lelaki itu mendorong sepeda motornya.

"Habis bensin, Ya," keluh Panji.

"Pantas."

Dahlia tak menemukan Raden Laga. Baguslah, batinnya.

"Akang belikan kamu nasi goreng." Panji mengangkat keresek hitam di tangannya.

"Katanya bensin habis, kenapa malah beli nasi goreng?"

"I-itu, Akang belinya sebelum tahu kalau bensinnya abis."

Dahlia mengangguk. Untuk sementara Panji memasukkan motornya ke ruang tengah. Kehadiran motor itu makin mempersempit ruang di rumah itu.

"Akang tidur di mana, ya, kalau ada motor?" gumam Panji.

"Ya di kamar, atuh, Kang."

"Maksud Akang, nanti, kalau malam Jumat, Akang mau tidur di mana?"

Dahlia tak suka mendengar ucapan Panji. Pada kenyataannya, Raden Laga tetap bisa muncul tiba-tiba tanpa menunggu waktu.

"Jangan mikirin itu, Kang. Oh, iya, Akang sekarang sudah punya motor. Akang bisa keliling dagang sayur setelah dagang di pasar."

Panji menganga. Namun, demi menjaga kepercayaan Dahlia? dia mengiakan saja.

Malam kian larut, Panji menatap langit-langit kamar yang masih terbuat dari bilik anyaman. Sementara Dahlia tertidur, Panji malah senyam-senyum. Kerlingan mata genit Poni membuatnya cengengesan. Ada gair@h yang tiba-tiba menggebu.

"Ya?" Panji memanggil Dahlia. Barangkali istrinya itu terbangun mendengar panggilannya.

"Dahlia." Panji memiringkan badannya menghadap Dahlia. Dia ingin membangunkan Dahlia, tetapi malah menjerit seketika.

"Aaww!"

Dahlia terperanjat, kaget mendengar pekikan Panji.

"Kenapa, Kang?"

Panji meniupi tangannya. "Badan kamu ada setrumnya."

"Akang ngomong apa? Memangnya aku itu listrik?" Dahlia balik memprotes.

Panji tak berbohong. Lihatlah pada tangannya yang masih memerah. Saat tangannya menyentuh Dahlia, Panji merasakan ada aliran listrik yang menyengatnya.

"Akang serius, Ya."

Demi memastikan, Panji akan menyentuh Dahlia. Sedetik jari Panji menyentuh lengan istrinya, lelaki itu kelonjotan.

"Benar, Ya. Badan kamu seperti ada listriknya." Panji kembali meniupi tangannya.

Dahlia penasaran. Dia merangsek menyentuh Panji. Panji menjerit padahal saat Dahlia yang menyentuhnya tak ada sengatan apa pun. Namun, jika Panji yang menyentuh Dahlia, dia seperti kena setrum tegangan tinggi. Mau tak mau Panji menjauhi istrinya.

Dahlia benar-benar bingung dengan tingkah suaminya. Sementara itu, di tempat lain, Raden Laga justru merasa senang layaknya anak kecil. Dia yang membuat Panji merasakan efek kejut setiap menyentuh Dahlia.

*

ehem, ada yang jealous 😆
kuy yang mau maraton ke kabeem, judul : Menikah dengan Siluman
penulis: Senja_Senja

Senja Senja

Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!

  • Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
  • Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
  • Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense

Belum ada Komentar untuk "Menikah dengan siluman "

Posting Komentar

Catatan Untuk Para Jejaker
  • Mohon Tinggalkan jejak sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel