JODOH SI MISKIN part 3

JODOH SI MISKIN  part 3


 TIDAK DIANGGAP CUCU KARENA MISKIN, NAMUN SEMUA BUNGKAM SAAT TAHU JODOHKU ADALAH ....


Part 3


"Saya tidak mau mengeluarkan ua-ng sepeser pun untuk pernikahan Zara! Ayahnya ma ti saja tidak meninggalkan apa-apa, jadi jangan harap saya mau membiayai pernikahan dia!" ucap Nenek pada Bu Karmila, yang benar-benar datang ke rumah untuk meminangku. 


Aku tidak menyangka Bu Karmila menepati janjinya untuk datang melamarku. Meski aku sungguh malu, tidak ada persiapan apa pun di sini. Bahkan Nenek menemui wanita baik hati itu, hanya mengenakan daster, tidak mau berganti pakaian, seperti halnya yang dia lakukan ketika Niko datang melamar Mbak Linda. 


Ah. 


"Anak saya itu salah pilih istri dulunya, jadi hidupnya sengsara. Sampai ma ti pun, tetap sengsara, cuma meninggalkan anak yang gak bisa ngasih apa-apa buat saya! Jadi, kalau situ mau menikahkan Zara sama anak situ, silakan. Tapi, jangan harap saya mau mengeluarkan uang sepeser pun untuk membiayai pernikahan mereka," ujar Nenek lagi, yang membuat hatiku sakit dan malu. 


Ucapan sama yang selalu Nenek ulang setiap kali ada orang yang bertanya tentang aku. Termasuk pada Niko yang dulu datang untuk melamarku, tapi kemudian Nenek bujuk agar mau menikah dengan sepupuku. Linda. 


Bu Karmila mungkin akan membatalkan rencana pernikahan ini. Lagipula mana ada orang tua laki-laki yang mau membayar semua biaya pernikahan, sedangkan dari pihak perempuan lepas tangan. Kesannya saja aku seperti punya keluarga, padahal yang sebenarnya aku tidak dianggap oleh mereka. 


Aku melihat tatapan mata Bu Karmila yang melirik ke arah Mbak Linda. Mungkin beliau akhirnya sadar, jika penampilan Mbak Linda jauh lebih rapih, menarik daripada aku.


"Yang disamping Ibu, apakah cucu Ibu juga?" tanya Bu Karmila, masih tetap menatap Linda. 


"Oh iya. Ini cucu kesayangan saya. Namanya Linda. Dia cantik, kan? Banyak yang bilang begitu. Cucu saya ini, bukan cuma cantik, tapi juga seorang sarjana pertanian. Dia sudah menikah, tidak bisa lagi dipinang. Suaminya juga bukan orang sembarangan. Namanya, Niko Damian, anak pemilik toko besi yang ada di jalan Garuda. Niko itu pewaris usaha orang tuanya, dan dijamin hidupnya mapan, dan cucu saya gak akan kekurangan," jawab Nenek dengan bangga. 


Bu Karmila tersenyum kecut. Aku melihat senyum itu seperti sebuah ejekan. 


"Saya tidak mau meminang cucu ibu yang itu. Karena saya mencari menantu sholeh yang taat pada Tuhan, daripada menantu sarjana, tapi tidak punya adab dan etika."


"Ibu bilang apa?!" Suara Nenek meninggi. Sepertinya Nenek kesal dengan perkataan Bu Karmila. 


"Itu sebabnya saya datang ke sini. Ingin meminang Zara menjadi menantu saya. Karena saya yakin, Zara bukan hanya anak yang baik, tapi juga bisa menjadi istri sholehah yang berbakti pada suami atau anak saya nantinya. Bukankah sebaik-baik harta dunia, adalah anak keturunan kita yang beriman?"


Aku mendongak, ada rasa haru yang menyerbak dan memenuhi seluruh rongga hatiku saat ini. Aku dibela oleh seseorang yang bahkan tidak aku kenal siapa. Jika kemarin aku masih ragu menerima pinangan Bu Karmila, tapi hari ini, entah bagaimana keyakinan itu seketika tumbuh. 


"Alah, cuma orang miskin aja, sok belagu nyari menantu beriman. Emang Zara cocok jadi menantu kamu, sama-sama sok beriman. Udah sana, buruan nikahin Zara sama anak kamu, biar Zara cepat keluar dari rumah saya! Ingat, ya. Saya tidak mau mengeluarkan uang sepeser pun, untuk biaya pernikahan Zara. Mengerti?" sahut Nenek ketus. 


Aku bingung kenapa Ayah bisa memiliki hati yang lembut, sedangkan Nenek keras dan angkuh seperti ini. 


Wanita berpakaian biasa, tapi rapih dan anggun ini, tersenyum lagi sembari menganggukkan kepalanya. "Jangan khawatir, saya siap membayar semuanya. Kalau Ibu setuju, pernikahan akan dilangsungkan lusa di KUA setempat. Ibu dan Nak Linda, cukup mengantar Zara saja ke sana, selanjutnya biar Zara ikut dengan kami."


Tawa Mbak Linda dan Nenek pecah, usai mendengarkan Bu Karmila berbicara. Aku tidak tahu apa yang salah, sampai mereka tertawa sekencang itu. 


"Cuma mau nikah di KUA aja, sok banding-bandingin aku sama Zara. Hahaha ... asal Ibu tahu, ya. Saya dulu menikah di gedung, bukan di KUA. Hahaha ...." Mbak Linda menimpali. Aku sungguh malu mendengar ucapannya yang seperti tidak punya sopan santun. 


"Saya bisa saja menyewa gedung atau hotel untuk pernikahan ini. Tapi, bukankah kalian yang meminta agar Zara cepat-cepat kami bawa pergi? Jadi, saya putuskan untuk menikah di KUA saja. Bagaimana Zara, apa kamu keberatan menikah di KUA?"


Aku tertegun mendengar pertanyaan yang Bu Karmila ajukan. Bukan karena bingung harus menjawab apa, tapi sorotan tajam Mas Niko yang duduk di samping Mbak Linda seolah-olah membungkam mulutku. 


"Duh, Bu. Kalau gak punya ua-ng bilang aja, gak usah sok mau sewa gedung atau hotel. Ibu tahu gak berapa biaya sewa gedung sama hotel? Emang Ibu mampu? Sadar diri itu penting, kok. Udah tahu miskin, masih aja sok kaya," timpal Mbak Linda lagi. 


"Saya tidak bertanya pada kamu. Saya sedang bertanya pada Zara. Apa kamu keberatan menikah di KUA?" Bola mata Bu Karmila tertuju padaku, dan tanpa sadar aku menganggukkan kepala tanda setuju. 


"Kamu bersedia, Zara? Tidak merasa malu kalau harus menikah di KUA?" Bu Karmila mengulang pertanyaannya. 


"Iya, Bu. Bagi aku, pernikahan itu, bagaimana kita menjalani kedepannya, bukan tentang pesta atau tidaknya."


Bu Karmila tersenyum lega. "Alhamdulillah, saya senang mendengarnya. Kalau begitu, besok lusa, kamu pergi ke KUA bersama keluargamu, ya. Ibu dan putra Ibu akan tunggu di sana."


"Heh, apa? Duh, gak bisa. Si Zara pergi sendiri aja. Aku sibuk, lagian ngapain juga musti diantar, cuma ke KUA doang!" Mbak Linda mendengkus. 


"Saya juga gak bisa. Ada acara lain yang lebih penting dari pernikahan Zara. Anak saya, juga di luar kota, kerja. Kasian mereka kalau datang ke sini, cuma buat menghadiri pernikahan Zara. Jadi dia pergi sendiri saja." Nenek menyahut. 


Aku menangis mendengar ucapan mereka. Demi Tuhan, sakit. Sehina inikah aku, sehingga tidak ada satu keluarga pun yang mau mengantar? Aku masih punya Om, tapi mereka sama tidak pedulinya seperti Mbak Linda juga Nenek. Apa hanya karena ibuku miskin, jadi aku tidak berhak untuk hidup bahagia? 


Ternyata benar kata Ibu, kelak carilah pasangan yang setara denganmu. Supaya kamu dihargai. Sepertinya menikah dengan putra Bu Karmila memang pilihan yang tepat untuk masa depanku. 


Bu Karmila diam, sepertinya terkejut dengan semua penolakan yang Nenek juga Mbak Linda katakan. 


"Biar saya pergi sendiri, Bu. Saya akan datang ke KUA tepat waktu," kataku memecah kebisuan di ruangan ini. 


Wanita anggun itu mengangguk, bibirnya tersenyum tipis padaku. Entahlah, aku tidak tahu apa yang dipikirkannya. Semoga Bu Karmila tidak menyesal memilih aku menjadi menantunya. 


"Besok Ibu akan minta seseorang untuk mengantarkan kamu kebaya. Semoga cocok di kamu ya, Nak. Oh ya, kamu jangan khawatir, lusa, akan ada yang menjemputmu untuk pergi ke KUA. Siapkan saja semua barang yang mau kamu bawa. Karena setelah dari KUA, Ibu rasa, kita tidak perlu lagi ke rumah ini."


Aku termangu, sedangkan Nenek juga Mbak Linda saling berpandangan dengan tatapan bingung. 


Judul:  JODOH SI MISKIN  

Baca lebih cepat bisa di KBM App.


nama akun: tanianoer

Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!

  • Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
  • Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
  • Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense

Belum ada Komentar untuk "JODOH SI MISKIN part 3"

Posting Komentar

Catatan Untuk Para Jejaker
  • Mohon Tinggalkan jejak sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel