Istriku merengek minta lipstik baru. Padahal kami sedang menghemat. Aku geram dia tetap membeli lipstik itu diam-diam. Dengan kesal aku langsung membuka lipstik yang dia beli, dan aku coret seluruh wajahnya dengan lipstik itu. Aku pikir dia hanya akan menangis. Namun ternyata dia membuat …
๐๐๐
Bab 7
Malam itu kulihat Mas Arfi akan membawa Ibu ke dokter. Rame-rame dengan Mbak Pipit dengan Adiknya yang tadi baru pulang kuliah langsung di ajak. Ya Adik Mas Arfi namanya Alma. Masih kuliah semester lima. Biaya kuliahnya juga Mas Arfi juga yang nanggung.
Suamiku kerja di perusahaan tekstil jadi kepala produksi, gajinya sekitar lima belas jutaan. Itu sudah dua tahun yang lalu. Dia sendiri yang mengatakannya padaku saat itu. Tapi dari uang lima belas juta itu. Aku cuman kebagian satu juta. Selebihnya Mas Arfi bagi-bagi ke ke keluarganya. Bener-bener keterlaluan kan?
"Meski kamu gak pegang uang Mas banyak. Tapi kamu disini gak akan kelaparan Dek. Makan tinggal makan, tidur tinggal istirahat. Disini kamu di bantuin ibu dan mbak pipit, Mas mau bantuin Ibu dulu bayar biaya kuliah Alma. Mumpung kita belum punya anak." Itu dulu yang Mas Arfi katakan pas dua tahun yang lalu, ketika ia belum sepenuhnya berubah seperti saat ini.
"Kenapa kita tidak ngontrak saja diluar Mas? Walau kecil tapi nyaman. Aku gak betah disini. Atau kamu nyicil rumah Mas. Lima belas juta bisa loh selebihnya kamu pakai nyicil rumah."
Pernah juga aku protes tentang pisah rumah. Sering malah. Tiap kali kita berantem. Pasti aku selalu meminta untuk pisah rumah. Tapi Mas Arfi cuman bilang kata-kata bujukkannya agar aku nurut kepadanya.
"Kita ngontrak biaya hidup jadi dobel Dek. Bayar kontrakan, segala macam. Sedangkan rumah ibu juga masih tanggung jawab Mas. Ya mending disini. Semua sudah gratis."
Padahal gratis dari mananya? Semua biaya orang yang tinggal di rumah ini di tanggung Mas Arfi. Pas suami Mbak Pipit masih kerja, dia sombong gak mau bantu ibu. Giliran sakit ngerepotin suamiku juga sekarang.
"Bapak kan masih ada, kenapa harus kamu semua?" Aku protes saat itu. Karena merasa ini tak adil untukku.
"Mas anak laki satu-satunya dikeluarga ini Dek. Disekolahkan sampai sarjana sendiri. Karena dulu Mbak Pipit cuman sampai SMP. Dia kerja buat bantu Mas kuliah. Jadi wajar kalau sekarang Bapak istirahat aku yang kerja. Dan aku juga sesekali bantu Mbak Pipit. Dan adikku juga aku yang biayain kuliah. Kamu terima yah! Rumah tangga kan memang harus saling menerima. Kamu nikah sama aku. Berarti menerima keluargaku juga."
Dengan bodohnya aku dulu hanya nurut saja dengan Mas Arfi. Aku diam saja tak pernah protes selama dua tahun. Bahkan saat Ibu mertua mulai berubah, Mbak Pipit yang dulunya baik sekarang berubah pun aku tetap diam. Sampai hari ini tiba. Hari ini aku baru bangun dari tidurku sebagai wanita baik hati yang menerima Takdir dari suaminya..
Aku yang dulu selalu nurut kini tak bisa lagi seperti itu. Mas Arfi sendiri yang sudah membangunkan amarah dan sabarku sampai pada titik ujung.
Jangan salahkan jika aku lelah dengan semuanya. Dua tahun hanya diberikan satu juta. Gimana gak gila aku sebagai istri.
Ceklek!
Pintu di buka. Aku yang sedang duduk di tepi ranjang kaget. Sepertinya Mas Arfi masuk kedalam kamar hanya untuk mengambil jaketnya.
"Mas kamu setuju kan sama perintah Ibu tadi? Kita pisah? Ibu loh yang nyuruh Mas. Kamu pasti senang dapat perintah dari orang yang kamu sayang." Kataku pada Mas Arfi sebelum dia kelaur lagi dari dalam kamarku.
"Ibu hanya lagi emosi Mutia. Makanya kamu jangan membuat ulah lagi. Minta maaf nanti setelah pulang dari dokter. Kita bisa memperbaiki hubungan kita lagi. Gak usah bilang-bilang cerai. Mas tidak mau." Katanya sambil berjalan kearah pintu. Begitu gampang di mengatakan itu. Tanpa beban dan tanpa memikirkan perasaanku sama sekali. Luar biasa sekali kamu Mas. Lagi-lagi aku yang disuruh minta maaf.
Aku diam saja langsung memalingkan wajah kearah yang lain. Melas mendengar ucapan Mas Arfi yang seperti itu terus. Dia seperti sedang menimbun masalahnya sendiri. Yang ia lakukan padaku saja tidak pernah ada kata maaf. Tapi aku yang tidak melakukan apapun sama ibu. Kenapa harus minta maaf?
Mas Arfi keluar dari dalam kamar. Dan terdengar dari luar tawa Mbak Pipit menyambut Mas Arfi.
"Nanti pulang antar ibu ke dokter. Makan bakso dulu yah. Tadi Mbak gak sempet makan Fi. Gara-gara sebel lihat Mutia bersikap sombong ngasih duit sama Ibu seratus ribu. Dia kayak orang kayak aja. Padahal itu duit dari kamu juga. Dia mana bisa cari duit sendiri. Ada orang kayak Mutia. Gak bisa kerja tapi udah setinggi langit sikap angkuhnya."
Hinaan kembali kudengar dari Mbak Pipit. Dia mengataiku tidak bisa kerja cari duit. Lantas dia ngapain selama ini dengan suaminya. Dia juga hanya beban untuk Mas Arfi di rumah ini.
Aku mendengus kesal. Segera aku kunci pintu kamar saat Mas Arfi sudah keluar dari sana. Dadaku hanya semakin sesak saja mendengar semua hinaan itu. Dan beberapa menit kemudian terdengar deru mesin mobil keluar dari halaman rumah. Mau kedokter sudah seperti mau jalan-jalan saja.
Aku kini hanya sendiri didalam kamar. Aku terdiam. Menatap layar ponselku. Rasa sakit hatiku semakin terasa kepermukaan. Aku dihina mandul, aku dihina tidak bisa cari duit sendiri, aku dihina segala macam dalam keluarga ini. Dan suamiku hanya diam saja.
Aku tidak bisa membiarkan semua seperti ini. Aku harus membalas semua penghinaan keluarga suamiku.
Mereka pikir aku tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa mencari uang sendiri. Akan aku buktikan kalau aku bisa. Tapi aku harus kerja apa?
Aku memutar otak. Ingin menangis tapi tetap aku tahan. Aku tidak oleh selemah itu. Yang harus kulakukan adalah mencari lowongan kerja dan berpisah dari keluarga toxit ini.
Kring!
Sebuah nomor baru menghubungiku. Aku terdiam tidak langsung menjawabnya. Namun tetap saja nomor itu menelponku terus-menerus. Hingga akhirnya aku terpaksa mengangkatnya juga.
"Halo Mbak!"
"Ini siapa?" Kataku hati-hati. Di ujung terdengar suara seorang lelaki yang berbicara pelan.
"Saya yang pegang KTP dan cincin nikah." Aku mengerutkan kening baru ingat. Seketika rasa malu menghimpit.
"Ah, iyah. Kenapa Mas? Maaf yah saya belum ada uang untuk mengambilnya lagi. Nanti saja. Tapi kalau uangnya gak saya dapatkan juga. Ambil saja cincinnya. Saya jual beneran. Tapi KTP saya ambil nanti."
"Beneran ini cincin nikahnya mau di jual?"
Aku diam saja. Ada rasa yang sebenernya salah dalam hati ini. Tapi rasa kesalku sama Mas Arfi semakin dalam.
"Iyah! Tunggu satu bulan Mas. Saya cari uang dulu. Saya mau cari kerja." Ucapku jujur. Karena memang saat ini aku sedang butuh kerja untuk keluar dari rumah ini.
"Kerja dirumah saya mau?"
Aku yang tadi tak tertarik untuk berbicara dengan lelaki asing itu. Seketika langsung serius dengan perbincangan kami.
"Anda punya lowongan!"
"Iyah! Pengasuh anak saya."
"Baby sitter! Saya lulusan sarjana akuntansi! Tidak adakah pekerjaan yang layak untuk saya."
"Saat ini yang kosong hanya itu. Jika berminat saya kirimkan alamatnya. Kamu bisa datang kerumah saya nanti."
Telpon itu berakhir. Aku mengatakan padanya untuk memikirkan pekerjaan yang dia tawarkan. Mengurus anak? Argh... Sebenarnya itu tidak buruk. Aku suka anak-anak.
Aku merebahkan tubuhku diatas kasur. Berniat untuk tidur tapi mataku tak bisa tertutup. Mungkin karena banyak sekali pikiran dalam kepalaku. Sampai jam sebelas malam Mas Arfi yang katanya tadi sedang mengantar Ibu belum juga pulang.
Aku iseng membuka status WA di telpon genggamku. Dan aku kaget saat melihat ada Mbak Pipit yang membuat status WA begitu banyak.
[Ciye ... Ada yang ketemu mantan di rumah sakit. Balikan aja gak sih. Secara punya istri gak guna di rumah Fi. Gak bisa ngasih kamu anak. Heran aja kenapa masih bertahan.]
Gambar yang terlihat Mas Arfi dan seorang wanita berseragam dokter. Aku terdiam, tanganku sedikit bergetar. Sesaat terpaku ditempat. Ada yang diam-diam menusuk kedalam hati. Mbak Pipit sengaja membuat status itu agar aku sadar diri untuk pergi dari Mas Arfi. Baiklah aku paham. Rasanya semakin lelah untuk bertahan. Dan aku harus secepatnya pergi dari rumah ini.
[Suruh aja balikan Mbak! Bawa cepat-cepat surat pisahnya padaku. Punya kakak ipar gak tahu diri. Adikmu masih punya istri Mbak! Malah kau suruh balikan sama mantan. ]
TBC
Lanjut part lengkap di KBM apa.
Penulis Qasya
Judul Coretan Lipstik Di wajah Istriku
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "Coretan Lipstik Di wajah Istriku Part 7"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker