Bintang

Bintang


 #2

Aku memperhatikan tubuhku yang tak lagi suci di kamar mandi. Ada jejaknya di mana-mana. Warna biru dan sebagiannya sudah memudar.


Shower menyirami tubuh, berharap air dingin ini akan membersihkan semua. Berharap se ntuhannya di setiap jengkal tubu hku akan hilang. Tetapi tidak, tidak ada yang akan berubah. Bahkan setelah kugosok berkali-kali tiap bagian tubuh, aku masih saja bisa merasakan s ntuhan itu. Pa ngkal pah ku sangat ngilu membuatku ingin menangis lagi mengingat kejadian ng eri yang menimpaku.


"Apakah kamu tidur di dalam sana?" Suaranya dari luar menyadarkan bahwa aku masih dalam sarang m onster  yang menge rikan.


Aku bergegas menyelesaikan mandi, memakai pakaian yang sengaja kubawa ke kamar mandi. Sekilas kuperhatikan wajah yang sebab terpantul di kaca kamar mandi itu, pucat dan kelelahan.


Dia sudah berdiri di pintu kamar mandi, aku curiga dia mengintip aktifitas mandiku tadi. Aku melewatinya, berusaha acuh, dia begitu mengintimidasi. Aku merasa tertekan di bawah tatapannya.


"Kamu membuatku bersemangat dalam keadaan basah begitu."


Aku nyaris menje rit ketika dia memelukku dari belakang. 


"Lepaskan aku, aku perlu ke luar dari sini," ucapku dengan suara bergetar.


"Jujur saja kau membuatku gil a bahkan dipermainan terakhir tadi. Kau begitu manis dan alami."


Aku ingin membu n uh diri sendiri mendengar dia mengatakan itu, berusaha melepaskan diri sekuat tenaga.


"Kau sudah berjanji akan melepaskanku," ucapku berhenti bergerak. Tenang. Sepertinya menghadapi orang seperti Damian harus bisa tenang.


"Ya, baiklah. Tetapi pastikan esok kau datang lagi," bisiknya dengan sengaja meniup daun telingaku.


"Baik, aku janji."


Cukup lama bisa melepaskan diri dari cengkramannya.  Aku harus memakai akal, dia takkan melepaskanku dengan mudah.


Aku menggiringnya mendekati pintu, merespon dengan canggung apa yang dia lakukan padaku setelah sampai di pintu dengan nekat kutendak kem aluannya.


"Aduh!"


Benar saja pegangannya terlepas dan mata tajam itu menatapku m arah dia membungkuk dengan wajah memerah.


Apa iya sesakit itu? Aksi yang sama pernah kulihat di film-film, ternyata memang ampuh, tadinya kukira akting belaka.


"Maaf," ucapku meringis, kemudian membuka pintu dan berlari meninggalkannya yang berteriak memanggil namaku.


******


"Fadil! Fadil Brngs ek!"


Aku menggedor pintu rumah kontrakan laki-laki jah anam yang selama ini kusangka sahabat itu.  Beraninya dia menjebakku.


"Fadil!"


Ketika kudorong ternyata pintu itu tidak  terkunci, segera kumasuk ke dalam memeriksa setiap sudut ruangan yang isinya sudah kosong, bahkan lemari kainnya.


Dia kabur!


Berarti dia sengaja melakukan ini.


Aku mengusap wajah, menyesal menerima pertolongan Fadil yang nyatanya menjebakku dengan sengaja. 


Dengan lemas aku menyusuri jalan ke rumah. Bulan yang nampak malu-malu di langit membuat suasana hatiku semakin suram. Bagaimana aku bisa menerima semua ini, semuanya tak seperti yang kuharapkan.


Perjanjian itu, utang itu, semua di luar perkiraan. Kalau saja aku bisa mengembalikan uang itu, tapi mana mungkin. Orang-orang t amak itu pasti sudah memakannya dengan rakus.


Panti Asuhan Dahlia.


Air mataku menggenang melihat papan nama itu sudah tertempel lagi di tempat yang seharusnya. Itu artinya Ibu Asih dan adik-adik dalam keadaan baik-baik saja.


Aku mengetuk pintu perlahan, tak lama kemudian sosok wanita paruh baya bertampang teduh muncul dari balik daun pintu.


"Isabel." Beliau langsung meraihku ke dalam pelukan. Aku meletakkan kepala dibahunya, rasanya begitu damai. Aku berusaha menahan air mata yang berebutan hendak ke luar, tetapi tak boleh. Ibu tak boleh mengetahui apa yang terjadi.


"Apa kerjamu seberat itu, Sayang. Sehingga tak sempat pulang," tanya beliau ketika kami duduk di ruang tamu. Sepi, adik-adik sudah masuk kamar semua. 


"Iya, Bu. Karena u angnya banyak jadi aku harus kerja lembur biar utangku cepat lunas."


"Maafkan Ibu ya, Nak," ucap beliau dengan memegang erat jemariku.


"Tidak apa, Bu. Aku bisa mengatasi semua."


Ya, Ibu Asihlah yang telah membesarkanku bersama anak lain yang bernasib sama denganku. Sudah sepantasnya aku menyelamatkan panti ini ketika orang-orang tamak itu ingin membangun tempat hiburan di sini. Meskipun aku tak menyangka akan membayarnya dengan sesuatu yang paling berharga dalam hidup.


Cukup lama kami bicara dan aku menguap beberapa kali. Ibu memintaku segera tidur, aku setuju. Tetapi setelah merebahkan diri di kamar aku malah tak bisa tidur. Aku terus berpikir bagaimana caranya kabur dari Damian me sum itu.


Ponselku berdering, aku meraih benda yang kukelakkan di samping bantal itu. Napasku nyaris terhenti melihat siapa yang menghubungi di tengah malam begini.


Damian!


"Ya," ucapku malas, sempat tergoda untuk tidak menerima panggilannya, tapi itu akan menambah masalahku saja besok 


"Ke luar, aku di luar pantimu sekarang?"


"Apa?" 


Aku merasa salah dengar.


"Ya, atau aku akan mengetuk pintu," ancamnya.


"Aku akan datang esok," putusku dengan menguap keras, kesal sekali 


"Aku sudah di depan pintu."


"Oke! Oke!" 


Aku membanting ponsel ke kasur, bergegas keluar dengan hati-hati. Aku tidak ingin Ibu melihat semua ini. Dia pasti akan langsung bisa menebak apa yang terjadi bila melihat wajah Damian.


"Ada apa kesini?" tanyaku menatap wajah dingin itu kesal. Padahal dia sudah beberapa kali meniduriku dengan paksa tapi dia tetap saja punya aura menge rikan, bahkan dia tidak tersenyum.


"Aku butuh kau  malam ini."


Penulis: Bintang_Malam

Judul:Ketagihan

Baca sampai tamat di kbm aap

Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!

  • Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
  • Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
  • Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense

Belum ada Komentar untuk "Bintang"

Posting Komentar

Catatan Untuk Para Jejaker
  • Mohon Tinggalkan jejak sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel