“Aduh, Dek!” Aku mengusap pipiku yang terasa seperti terbakar. “Kamu namparnya kenceng banget.”
“Tega kamu, Mas! Sudahlah bohongin aku masalah ua ng, kini kamu ketahuan selingkuh!”
Aku mulai panik melihat istriku marah. “Apa yang kamu lihat itu nggak bener, aku nggak selingkuh. Bohong masalah ua ng, iya, sedikit.” Suaraku perlahan pelan ketika menyebutkan kata ua ng.
Atik kini memukul tubuhku berkali-kali. Aku berusaha menghindar, namun emosinya yang bertambah memuncak membuat pukulannya terasa semakin keras.
“Aduh, Dek. Sakit. Sudah-sudah, Mas bisa jelaskan.” Kutangkap kedua pergelangan tangannya.
Tenaganya yang bertambah kuat karena emosi menguasainya bisa melepaskan genggaman tanganku. Kemudian ia mendorongku dan pergi meninggalkan aku yang tersungkur.
Berkali-kali aku menelan saliva setelah ia mulai menjauh. Sepertinya aku harus cepat mengejarnya. Tak ingin ketinggalan jauh, segera aku beranjak dan masuk ke dalam untuk mengambil motorku. Lalu menyusul Atik. Tapi rupanya aku sudah kehilangan jejaknya. Pasti ia sudah menemukan ojek dan pulang.
***
Sesampainya di rumah. Motor segera kuparkirkan secara sembarang. Lalu memutar handle pintu. Dikunci rupanya.
“Dek!” panggilku sambil menggedur pintu.
Tak ada jawaban.
“Dek, buka dulu pintunya, Mas akan jelaskan semua apa yang kamu lihat dan dengar. Kalau sudah dijelaskan terserah kamu mau bersikap apa. Mau pukul Mas sepuas hatimu juga boleh.”
Hening. Kemudian aku menempelkan telingaku di daun pintu, berharap mendengar suara Atik walaupun kecil kemungkinan.
Tiba-tiba terdengar seperti ada yang memutar kunci. Aku yang masih menempelkan telinga di daun pintu sedikit goyah dan hampir terjatuh ketika pintu ini terbuka. Namun senyumku mengembang. Setidaknya aku mempunyai kesempatan untuk menjelaskan apa yang Atik lihat tadi.
“Dek, dengerin penjelasan Mas dulu, ya. Perempuan itu yang nyosor kayak bebek, tiba tiba dia ny ium aku tanpa aku minta. Beneran, aku nggak selingkuh. Ketemunya juga nggak sengaja. Pia yang menawarkan dia untuk mampir ke rumah ibu. Percaya, Dek. Mas nggak mungkin bisa menduakan kamu. Cuma kamu satu satunya di hati, Mas.”
Tak ada jawaban dari Atik. Dia malah melipat tangannya ke dada.
“Ayok, Dek, kita bicara di dalam. Nggak enak kalau dilihat dan didengar orang.” Kuedarkan pandanganku ke rumah tetangga. Berharap tak ada yang melihat kami bertengkar.
Ketika aku ingin masuk, Atik membentangkan tangannya dengan lebar. Artinya pasti aku tidak boleh masuk.
“Dek, Mas, mohon, percaya sama, Mas. Masa aku nggak boleh masuk, sih, Dek.”
“Tidur di luar!” bentak Atik.
“Hah, apa, Dek?”
“Kamu tidur di luar. Kalau nggak seneng kamu boleh pulang ke rumahmu.”
“Ini rumahku, Dek. Kamu istriku dan tempat pulangku.”
“Istri atau teman tidur, Mas? Kamu pikir aku mau jadi istri kamu lagi, setelah aku tahu kamu selama ini banyak berbohong mengenai ua ng.”
“Dari tadi kamu ngomong ua ng terus, ua ng apa sih?”
“Jangan pura-pura lagi, Mas. Aku sudah tahu, justru aku menyusul ke rumah ibumu untuk membuktikan semuanya. Ternyata semuanya benar, apa lagi kamu sudah Berani main api dengan wanita itu. Kamu mau kawin sama dia? Silakan, Mas! Tapi jangan harap aku mau kamu madu. Udahlah pelit, mau kawin lagi. Dasar lelaki nggak tau diri, bren gsek kamu, Mas!” Atik kembali memukul lenganku. Aku tak mengelak dan sengaja membiarkannya, berharap ia akan puas dan reda emosi setelah lama memukulku. Tapi ternyata, pukulan itu hanya sebentar. Ia menghentikan pukulannya dan ingin menutup pintu kembali.
Cepat aku menahan pintu itu sebelum tertutup. Tanganku terjepit, aku berteriak, karena Atik terkejut, kemudian ia mengendurkan dorongan pintu.
Ini kesempatanku menarik lengannya untuk masuk ke dalam. Atik meronta.
“Lepas, Mas!”
“Sstss!” Aku menempelkan telunjuk di bibirku. Kemudian mengunci pintu dan menariknya menuju kamar.
“Kamu mau ngapain masuk ke sini. Aku minta kamu pergi sekarang dari rumahku!” Terserah kamu mau kawin lagi. Aku udah nggak bisa nerima kamu, Mas.”
“Dek! Pelan-pelan saja ngomongnya, nanti orang-orang pada denger.”
“Biarin orang denger, biar semua orang tahu, kalau kamu itu selain suami pelit juga tukang selingkuh.”
Aku mengusap rambutku dengan kasar.
“Aku pelit apa, sih, Dek. Selama ini ua ng yang aku dapat dari ngajar itu aku berikan semua ke kamu. Kurang apa aku?”
“Masih mau bohong, Mas? Kamu pikir aku nggak denger apa waktu kamu masih kartu ATM ke ibumu?”
Aku menganga. Jadi Atik sudah tahu masalah itu. Gawat!
“Aku nggak terima, ya, Mas. Apa lagi kamu selingkuh dan ketahuan ingin kawin lagi. Kamu mau kawin kan sama dia, ceraikan aku, Mas. Aku nggak sudi dimadu.” Lalu ia mengambil tas di atas lemari dan mengeluarkan baju-bajuku dari lemari.
“Dek, kamu beneran mau ngusir, Mas?”
“Kamu pikir aku becanda?!”
“Memangnya kamu bisa apa tanpa aku? Untung kamu aku nikahi, makan kamu aku jamin.” Aku mulai tersulut emosi.
Atik menghentikan kegiatannya.
“Memangnya kamu Tuhan yang ngasih aku rejeki, Mas. Sombong kamu.”
Lalu ia melanjutkan lagi memasukan bajuku ke dalam tas.
“Dek, Dek. Jangan usir aku! Aku ngomong nggak beneran itu.” Aku mencoba menghentikan Atik yang sudah menutup tas yang sidah penuh dengan pakaianku.
“Sekarang kamu bawa baju-bajumu, Mas. Aku nggak mau ada sandiwara lagi di rumah ini. Kamu bebas sekarang.”
“Dek, durhaka kamu ngusir suami.”
“Lebih durhaka lagi kamu ke aku, ngasih istri makan seadanya, bahkan aku rela makan pakai garam sementara kamu mampu memberikan ua ng pada keluargamu berjuta-juta untuk senang senang. Memangnya itu adil untukku. Bukan itu saja, Mas. Percakapanmu di dalam rumah ibumu semua aku dengar. Termasuk kamu yang ternyata bukan lulusan D3. Berati omongan Bu Ridwan itu benar adanya.”
Deg, jantungku berdegup kencang. Rupanya Atik tadi mendengar percakapan kami yang yang membahas tentang aku yang sudah menjadi pegawai kontrak pemerintah. Dan Melia, kenapa dia datang di waktu yang salah. Ketahuan semua deh kebohonganku.
“Dek, aku minta maaf, aku janji akan berubah. Nanti ua ng belanjamu aku tambah, ya. Asal kamu jangan usir aku.” Aku berlutut di depan Atik.
Berharap ia mau berubah pikiran untuk mengusirku. Jika itu terjadi. Bisa bisa aku malu pada teman dan tetanggaku. Apa lagi kalau mereka tahu alasan Atik mengusirku dari rumah.
Atik tak merespon melihatku berlutut. Artinya aku yakin dia sedang berpikir. Dan artinya lagi, aku mempunyai kesempatan untuk berbaikan dengannya.
Aku kembali berdiri. Lalu merogoh dompet dan mengeluarkan kartu ATM-ku.
“Ini kamu pegang, Dek.” Kusebutkan nomor PIN-nya. Lalu menarik tangan dan meletakan kartu ATM itu ke telapak tangannya.
“Aku nggak mau, Mas. Ini ambil, aku masih sakit hati dengan sikapmu. Banyak kebohonganmu yang nggak bisa aku terima. Lebih baik kamu pulang saja ke rumahmu, aku nggak bisa terima itu.”
“Tapi, Dek ….”
“Nggak ada tapi-tapi, cepat bawa tas pakaianmu pergi!”
Klik link kakak untuk lanjut baca sampai bab 7 secara gratis 🥰
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 - DeviAdzraAqila
Atik adalah seorang ibu rumah tangga biasa yang bersuamikan Reno seorang guru honorer. Namun harinya...
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "Selengkapnya "
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker