"Suamimu mana punya duit!"
Cibir iparku dengan nada ketus.
Istriku hanya mengelus-ngelus dada mendengar perkataan adiknya yang menyakitkan.
"Pokoknya Suci nggak mau tahu, mbak harus ganti pot kesayangan Suci yang pecah!" teriak perempuan itu.
Aku menghela napas kasar, melihat istriku diperlakukan tidak baik oleh keluarganya.
"Sudah-sudah!" lerai bapak mertua. "Yumna, lebih baik kamu pulang saja daripada membuat kegaduhan!"
"Ta-tapi kan Yumna nggak sengaja, Pak!" protes istriku.
"Kamu ini udah nggak pernah punya duit, kerjaannya nyusa*hin keluarga saja!" cibir bapak mertuaku. Membuat dadaku ikut sakit mendengarnya, apalagi dengan perasaan Yumna?
"Sudah kamu nggak usah datang-datang ke sini lagi. Kalau mau datang ke sini minimal bawa apa kek buat dikasih ke keluarga. Ini malah jadi beban, suka mint*-mint* terus kerjaannya!" Bapak mertua terus menghujat anaknya tanpa ampun.
"Sudah dek, ayo pulang saja!" ujarku sambil mencekal tangannya, mengajak Yumna pergi.
Yumna menyeka air mata yang merembes di pipinya, kemudian melangkah mengikutiku pergi dari rumah itu.
Aku mengakui semua penderitaan yang Yumna rasakan, karena murni kesalahanku, yang tidak bisa mencukupi kebutuhan ekonominya. Sehingga keluarga kami dipandang rendah oleh orang lain.
"Mas nggak k*sihan sama aku, selalu dihin* sama keluarga sendiri? Aku capek mas hidup kayak gini terus," decak Yumna kesal.
"Nyari kerja kek mas, biar perkonomian keluarga kita membaik. Nggak dihina sama orang terus. Kamu mah bukannya kerja malah lebih suka nganggur di rumah."
Aku nyengir kuda sambil menggaruk-garuk kepala. "Habis jadi pengangguran itu enak banget dek hehe ...."
"Hiih!! Kalau begini terus aku nggak kuat mas lama-lama. Tega kamu, bikin istrimu ini harus pontang-panting nyari hutangan buat bisa makan?"
"Ya mau gimana lagi, aku bingung mau kerja apa, Dek."
"Kerja apa kek, terserah yang penting dapat uang."
"Insyaallah bentar lagi hidup kita nggak bakalan kayak gini lagi, Dek," ucapku berusaha menghibur Yumna.
"Halah percuma, berharap doang tapi nggak pernah berusaha!"
Aku menghela napas kasar.
Sesampainya di rumah, Yumna langsung masuk ke dalam kamar sambil membanting pintu dengan kasar. Dia pasti sedang merajuk lagi.
Aku tersenyum tipis, kemudian duduk di sofa sambil mengotak-atik ponselku.
Sepertinya aku harus mulai menunjukkan jati diriku yang sebenarnya. Akan kubuat siapa saja yang sudah menyakiti istriku menyesal seumur hidupnya.
***
Keesokan harinya mbak Siska datang menagih hutang sambil marah-marah.
Tentu saja Yumna kebingungan karena tidak punya uang sama sekali.
Segala sumpah serapah dilontarkan oleh mbak Siska. Dan istriku hanya bisa pasrah menerimanya.
Aku yang mengintip dibalik kamar, meremas-remas tanganku geram. Kasihan dengan istriku yang selalu direndahkan oleh banyak orang.
Setelah mengambil segepok uang yang aku sembunyikan di bawah kolong meja, aku melangkah keluar. Kemudian menghampiri mereka.
"Ini nih suami gak berguna sama sekali. Masih sehat wal afiat, seharusnya semangat nyari kerja, biar istrinya nggak gampang nyusahin orang!" omel mbak Siska.
"Berapa Hut*ng istriku?" tanyaku dengan wajah datar.
"S3juta!" jawab mbak Siska ketus.
Aku lemparkan segepok uang ke arah wanita angkuh itu. Mbak Siska begitu sigap menangkapnya.
"Itu ada kelebihannya, ambil!" celetukku jengah.
Mbak Siska tersenyum. "Nah gitu dong! Gini kan enak. Tetap aku terima walaupun kemungkinan ini uang har*m. Orang p*malas kayak kamu mana bisa dapat uang h*lal, ya kan!"
Aku hanya terdiam menatapnya dengan sorot tajam. Wanita itu kemudian pergi dengan senyuman merekah di bibirnya.
"Kamu dapat uang dari mana, Mas?" tanya Yumna bingung.
"Dari langit."
"Serius, Mas!" decak Yumna sebal. "Seharusnya kelebihannya nggak usah dikasih mbak Siska, lebih baik dikasih aku aja. Istrimu ini juga butuh uang," ucap Yumna dengan mata berkaca-kaca.
Aku menghela napas kasar. Kemudian memegang kedua bahunya. "Mulai sekarang Mas, tidak akan membiarkan siapapun merendahkan kamu lagi."
Tak lama kemudian dua mobil pick up datang memasuki pelataran rumah reyot kami.
"Ini ada apa, Mas?"
"Kita akan pindah rumah."
"Ha? Kemana?"
"Kamu tahu rumah megah yang dibangun di pinggiran desa itu?" ucapku pada Yumna.
"Yang mewah mirip istana itu? Aku tahu mas. Semua warga di kampung ini memimpikan tinggal di rumah itu."
Aku tersenyum tipis. "Itu rumah kita sayang. Aku diam-diam membangunkannya untukmu."
"Nggak usah becanda deh Mas, selama ini kamu dapat uang darimana bisa membangun rumah semegah itu. Kerja juga enggak. Tiap hari cuma malas-malasan aja di rumah," jawab Yumna meremehkan.
"Aku serius Yumna, ini yang datang orang-orang suruhanku, buat mindahin barang-barang kita ke sana. Kita tidak akan tinggal di gubuk reyot ini lagi."
Yumna membeku ditempatnya. Mungkin masih tidak percaya dengan apa yang aku katakan.
Lanjut kalau rame ya
Baca cerita lengkapnya di KBM app ya, judulnya Sosok Asli Suamiku, karya Nurudin Fereira.
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
- Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
- Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense
Belum ada Komentar untuk "Lanjut"
Posting Komentar
Catatan Untuk Para Jejaker