Gara-gara Posting Rumah part 7

Gara-gara Posting Rumah part 7


 Sebisa mungkin aku menahan diri, tetap pada misiku. Mengumpulkan bukti untuk membalaz perbuatan mereka. Hingga menjelang malam, mataku tetap fokus mendengarkan perbincangan ibuku dan Maya.


Tiba-tiba ponselku berdering. Panggilan masuk dari ibuku. Untunglah, aku masih memiliki ponsel lain dengan nomor luar negeri dan sudah mengaktifkan layanan roaming internasional.


Tentu saja semua ini sudah terpikir olehku, agar Ibu tak curiga dan masih mengira aku masih tetap berada di Jepang. Aku berdehem beberapa kali sebelum menjawab telepon, memastikan intonasiku agar terdengar tenang. Dari perbincangan mereka yang sejak tadi kuamati, bisa kutebak tujuan Ibu menelponku saat ini.


“Dendra, gimana kabarmu?” tanya Ibu langsung setelah mengucapkan salam.


“Aku baik, Bu. Ibu apa kabarnya? Rafa gimana? Maya dan Putri juga apa kabar?” balasku bertanya. 


Pertanyaan biasa yang selalu dilontarkan setiap kali Ibu menelepon dan nada suaraku kuatur sesantai mungkin. Tatapanku fokus pada ekspresi wajah Ibu dan Maya di balik layar ponsel lain dari tampilan CCTV. Keduanya seolah tengah mengatur rangkaian kalimat.


“Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Alhamdulillah kami semua baik, Den,” ucap Ibu terdengar santun.


Rangkaian kalimat dan intonasinya seolah sudah terlatih. Kemudian Ibu berdehem kecil, tanda dia akan mengatakan tujuannya. “Begini, Den. Kemarin ada rapat wali murid di sekolah. Gurunya bilang kalau ada beberapa LKS yang harus dibeli dan sekolah mau ngadain study tour ... tapi, uwang yang kamu kirimkan bulan lalu sudah habis.”


“Oh, Ibu butuh uwang buat Rafa?” tanyaku langsung. 


Seperti itulah tanggapanku dulu jika Ibu menelepon dan mengatakan maksudnya. Jadi, aku pun harus melakukan respons yang sama. Akan tetapi, kali ini akan ada sedikit perbedaan.


“Bukannya dulu aku kirim 10 juta, Bu. Masa sudah habis?” tanyaku lagi dengan nada menyelidik.


Wajah Ibu tampak tersentak. Maya yang mendengarkan perbincangan kami di sana langsung terkejut. Bahkan kedua bola mat4 Maya hampir terlepas.


“T—tapi.” Suara Ibu gagap, tampaknya dia kehilangan kata-kata.


Namun, Maya seolah tak hilang akal. Dia berbicara pada ibuku tanpa suara seraya menepuk sofa usang tempatnya duduk, memberikan masukan untuk sebuah alasan. Ibu mengangguk, menerima isyarat yang diberikan Maya.


“Uwangnya Ibu belikan sofa dan meja belajarnya Rafa, Den. Rafa terus merengek pengen meja belajar baru, katanya biar semangat belajarnya,” ucap Ibu berboh0ng.


Hampir saja aku berdesis sinis. Pandai sekali ibuku berboh0ng dan ucapannya benar-benar terlatih. Dulu, aku akan tersenyum haru jika Ibu memberikan alasan untuk Rafa.


Maaf, Bu. Kali ini, aku tak akan terlena dengan keboh0nganmu, batinku menegaskan.


“Den, kamu denger, ‘kan?” Suara Ibu dari balik telepon langsung menyadarkanku.


“Aduh, maaf banget, Bu. Gajianku bulan ini belum turun. Kebetulan juga kemarin job di sini lagi turun,” jawabku berboh0ng juga.


Ibu tersentak. Jelas sekali ekspresinya di sana menahan kesal, tetapi aku justru tersenyum. “Masa belum gajian, Den? Bukannya tanggal segini kamu sudah gajian? Ini untuk Rafa loh, bukan untuk Ibu,” cerocosnya.


“Ya mau gimana lagi, Bu. Bukan Cuma aku aja yang belum gajian, tetapi semua karyawan di sini, Bu,” sahutku dengan nada sedih. “Kalau nggak, Rafa nggak usah ikut study tour dulu, Bu. Rafa bisa ikut tahun berikutnya aja.”


Seketika wajah ibuku langsung berubah murka. Sebelum am4rahnya meled4k, langsung saja kupotong. “Maaf ya, Bu. Aku dan teman-teman di sini juga sedang bingung ... lagi bener-bener sepi. Kalau gajiannya sudah dibayarkan, aku pasti langsung kirim uwang,” paparku lugas dan tegas.


“Besok pagi aku telepon lagi, deh. Biar aku yang kasih pengertian sama Rafa kalau Papanya lagi kesulitan di sini,” sambungku cepat.


Ibu terkejut dan wajahnya berubah panik mendengar ucapanku terakhir. Ekspresinya tergambar jelas pada layar ponselku. Tak sia-sia aku membeli kamera CCTV yang mahal. Semua tipu daya Ibu dan Maya terbongkar jelas di sini. 


“Ng—nggak usah, Den! Biar Ibu aja yang ngasih tahu Rafa. Kamu fokus saja kerja di sana!” seru Ibu gagap. “Yang penting jangan lupa segera kirim uwangnya. Ibu bener-bener butuh dan ini semua untuk Rafa,” tambahnya menegaskan.


Sambungan telepon terputus. Aku tersenyum miris dan tetap menyaksikan wajah ibuku dari balik layar ponselku. “Silahkan nikmati kepanikanmu, Bu!”


***


Pagi ini aku memutuskan untuk mengikuti kegiatan putraku ke sekolah. Aku bergabung dengan beberapa pedagang di sekolah yang kebetulan bukan warga desa, sehingga mereka tak mengenaliku. Tentu saja aku tetap mengenakan jaket dan masker.


Aku membeli jajanan mereka agar tak merasa canggung jika sekedar menunggu saja. Namun saat jam istirahat sekolah, aku memilih menjauh dan mengamati dari jauh, tentunya agar penyelidikanku tak ketahuan. Sayangnya, aku sama sekali tak melihat Rafa di antara siswa lain yang tengah berlomba keluar untuk jajan.


Biasanya jam istirahat sekolah adalah waktu paling menyenangkan untuk jajan dan bermain. Kuamati semua sudut sekolah, mencari keberadaan Rafa. Hanya Putri, yang terlihat antusias mengantri jajanan, padahal tangannya sudah menenteng plastik aneka makanan.


“Kamu di mana, Nak?” 


Hingga bel masuk, aku tak melihat keberadaan Rafa. Aku yakin sekali, Rafa berangkat sekolah. Bukankah aku mengikutinya saat pagi tadi.


Mungkinkan Rafa tak membawa uwang jajan atau dia sakit di kelas? Berbagai tanya muncul, membuatku semakin cemas. Sebisa mungkin aku menenangkan diri dan memeriksa ponselku, menyaksikan hasil CCTV di rumah sembari menunggu.


Kali ini aku tersenyum menyaksikan video CCTV itu. Ibu dan Maya tengah berdiskusi mengatur kewuangan yang katanya tinggal sedikit. Kemudian aku menarik mundur putaran video itu mencoba mencari tahu bagian paling pagi sebelum Rafa berangkat sekolah.


“Dugaanku benar, Ibu tak pernah memberi uwang jajan untuk Rafa sekolah.” Suaraku terdengar getir menahan sesak dalam dada.


Tak henti-hentinya aku terus terkejut dengan tingkah ibuku. Padahal Putri diberikan uwang jajan, kenapa Rafa tidak? Ini bukan saja tak adil, tetapi ibuku zalim.


Saat aku berada di puncak kekezalan, suara bel pulang sekolah berbunyi. Kusudahi aktivitasku dan fokus mencari keberadaan Rafa. Tatapanku menelusur mengawasi pintu gerbang sekolah.


Hingga tatapanku tertuju pada Rafa yang berjalan santai dan ekspresinya datar. Setelah memastikan wajahku tak dikenali, aku mengikutinya dengan hati-hati. Namun, keningku mengerut saat Rafa berjalan ke arah lain dan terlihat waspada.


“Rafa mau ke mana?” 


Tak ingin tertinggal, segera mempercepat langkah kakiku. Rafa menaiki angkot ke luar desa. Aku menghentikan tukang ojek dan memintanya untuk mengikuti angkot yang dinaiki Rafa.


Hatiku tak tenang dan gelisah, tetapi mataku fokus mengikuti angkot tersebut. Motor yang membawaku terasa lambat sekali atau memang aku yang tengah dilanda cemas. Hingga akhirnya angkot yang membawa Rafa berhenti setelah melewati tiga desa.


Setelah memberikan ongkos pada tukang ojek, aku berlari cepat, khawatir akan tertinggal. Namun, kakiku mendadak berhenti saat melihat Rafa tersenyum lebar dengan tatapan ceria . Aku mengikuti tatapannya yang tertuju pada seorang wanita berhijab di teras sebuah rumah makan.


“Mama!” Rafa berteriak girang dan langsung memeluk wanita itu. Dia adalah Rina, mantan istriku.


***


Judul. Gara-gara Posting Rumah

Penulis. Disi Halimah

KBMapp

Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!

  • Dapatkan tips dan trik yang belum pernah kamu tau sebelumnya
  • Jadilah orang pertama yang mengetahui hal-hal baru di dunia teknologi
  • Dapatkan Ebook Gratis: Cara Dapat 200 Juta / bulan dari AdSense

Belum ada Komentar untuk "Gara-gara Posting Rumah part 7"

Posting Komentar

Catatan Untuk Para Jejaker
  • Mohon Tinggalkan jejak sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel